pura aditya jaya rawamangun 11 - diantin.com
TRAVEL

Mengenal Budaya Umat Hindu di Pura Aditya Jaya Rawamangun

Posted on

Di tengah banyaknya pekerjaan kantor, pada siang itu saya dibuat galau oleh percakapan beberapa teman di grup WA. Mereka sedang merencanakan trip dadakan ke beberapa tempat ibadah di Jakarta. Kuota trip kali ini dibatasi untuk 15 peserta saja, dan selang beberapa menit kemudian sudah banyak yang isi list untuk ikut trip tersebut.

Saat itu kebetulan ada hari Libur Nasional karena pilkada serentak di beberapa daerah. Namun sayangnya pak bos di kantor belum ketok palu kalau besok diliburkan, mengingat Jakarta tidak ikut pilkada. Galaulah saya antara isi list takut kuota penuh atau isi list nanti saja ketika sudah pasti kantor diliburkan.

Kuota tersisa satu lagi, dengan ragu-ragu akhirnya saya mengisi list tersebut padahal pak bos belum ketok palu besok libur atau nggaknya. Bismillah saja besok libur haha dan ternyata doa saya terkabul, dengan terpaksa pak bos menginformasikan besok libur.

Malam sebelum trip itu, Bapak CP memberitahukan itinerary beserta beberapa catatan penting yang harus diperhatikan oleh semua peserta. Kemudian besok paginya saya sudah tergabung di grup WA khusus untuk trip ini. Trip ini diberi nama “Diversity Walking Tour” oleh Bapak CP, Deni Oey.

Rencananya kami akan mengunjungi beberapa tempat ibadah dari berbagai agama yang ada di Jakarta. Kami akan mengunjungi Pura Aditya Jaya Rawamangun, Masjid Ramlie Mustofa, Gereja Ayam, GPIB Pniel, Vihara Dharma Jaya/ SinTek Bio, Hare Krishna Temple, Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal.

Namun kali ini saya hanya akan bercerita tentang tujuan pertama dari trip ini, yaitu Pura Aditya Jaya Rawamangun. Mungkin saya akan bercerita juga tentang tempat ibadah lainnya tapi di tulisan berikutnya.

Drama Menuju Pura Aditya Jaya Rawamangun

Mengingat rumah saya cukup jauh, saya pun memutuskan untuk naik busway. Saya naik busway tujuan PGC dari Halte Gatot Subroto Jamsostek, kemudian transit di Halte UKI dan melanjutkan dengan busway tujuan Tj. Priok. Setelah itu turun di Halte Pemuda Pramuka, dan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Pura Aditya Jaya Rawamangun.

Sejujurnya ini pertama kalinya saya main ke daerah Rawamangun. Begitu turun di Halte Pemuda Pramuka seperti saran salah satu teman di grup WA, saya pun bingung harus jalan ke arah mana. Berulang kali melihat google maps yang ada malah bingung sendiri, kemudian nanya ke orang yang lewat malah membuat saya tambah bingung. Mohon dimaklum ya Antin memang rada bermasalah dalam membaca petunjuk arah.

Saya pun berdiam sesaat sambil melihat google maps dan berjalan pelan. Begitu bahagianya saya ketika melihat bulatan biru di google maps yang bergerak mendekati tujuan, saya pun yakin sudah berjalan ke arah yang benar.

Sudah berjalan lama tapi tidak sampai-sampai membuat saya sedikit lelah, apalagi ketika sampai di depan pintu pura ternyata ditutup. Beberapa teman di grup WA bilang masuknya melalui pintu belakang, ya ampun saya masih harus jalan kaki lagi seorang diri pula *rada miris memang 🙁

Dari pintu depan pura saya harus berjalan lurus sampai SPBU, kemudian belok kiri dan ikuti saja jalan itu. Karena tak kunjung sampai juga, saya pun bertanya dengan warga sekitar. Nggak kebayang kalau sampe salah jalan sedangkan sudah jalan sejauh ini, tapi kata warga sekitar benar di jalan ini dan saya hanya perlu berjalan lagi sampai belokan selanjutnya kemudian belok kiri.

Tidak jauh setelah belok kiri, sudah terlihat ada beberapa bale bercorak papan catur. Dari jauh saya melihat beberapa peserta trip yang sudah datang dan berkumpul di kantin. Saran saya jika kalian ingin ke Pura Aditya Jaya Rawamangun dengan naik busway, lebih baik turun di Halte Utan Kayu agar lebih dekat.

***

Baru juga saya sampai, pengurus pura sudah mempersilahkan kami masuk. Di sekitar luar pura terdapat beberapa bale dengan kain berpola papan catur, tempat mencuci tangan sebelum beribadah dan ada juga dua patung berwarna merah di bawah pohon beringin besar yang seolah menyambut setiap tamu yang datang ke pura ini.

Di depan pintu masuk pura terdapat sebuah bale (Wantilan) yang lumayan luas dan saat itu ada beberapa orang yang sedang belajar menari. Wantilan adalah bangunan besar di mana umat mempersiapkan persembahyangan. Selain itu wantilan juga berfungsi sebagai tempat pertunjukan kesenian, tempat bermalam, tempat persiapan piodalan, latihan menabuh, menari dan lainnya. Wantilan tidak selalu ada di Pura. Fungsi ini digantikan dengan bangunan yang lebih kecil yang disebut Bale Pererenan.

Sebelum masuk ke dalam Pura Aditya Jaya Rawamangun, kami dipinjamkan selendang kuning yang disimpan di depan pintu masuk pura. Selain itu kami juga dilarang menggunakan alas kaki. Kami pun menggunakan selendang kuning dan menyimpan alas kaki di tempat yang sudah disediakan.

Kalian tahu kenapa setiap umat Hindu beribadah selalu menggunakan selendang kuning yang disematkan di pinggang? Konon selendang berwarna kuning tersebut merupakan simbol penghormatan terhadap kesucian pura, dan memiliki arti pengikat niat jelek dalam diri manusia. Wah ternyata selendang kuning itu mempunyai arti yang cukup dalam untuk umat Hindu.

***

Untuk masuk ke dalam pura kami melewati Gerbang Paduraksa, Gerbang Paduraksa memiliki dua buah pintu kecil di sisi kanan dan kiri yang terbuat dari kayu dengan ukiran yang sangat bagus. Begitu masuk ke dalam pura aroma bunga kamboja dan sajen begitu tercium.

Kami dipersilahkan untuk berkumpul di Bale Ligong untuk bertemu dengan Bli Agung Nugraha. Bli Agung ini merupakan pemuka agama di Pura Aditya Jaya, beliau menyambut kami dengan sangat baik dan begitu antusias menceritakan tentang sejarah Pura Aditya Jaya, bagaimana mereka beribadah, bagaimana kepercayaan mereka dan bagaimana kita tetap harus menghargai agama lain. Setelah bercerita, Bli Agung mengajak kami berkeliling area dalam pura.

Bli Agung - pura aditya jaya rawamangun 4 - diantin.com
Bli Agung sedang bercerita

Tentang Pura Aditya Jaya Rawamangun

Pura Aditya Jaya Rawamangun merupakan pura terbesar dan terluas di Jakarta. Pura ini mulai dibangun di akhir 1970 dan diresmikan pada tanggal 12 Mei 1973. Peresmian pura ini dilakukan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Bapak Ir. Prayogo dan Ngeteg Linggih.

Berdasarkan letak geografisnya Pura Aditya Jaya berlokasi di Jakarta Timur, persisnya di Jalan Daksinapati Raya No. 10 Rawamangun Jakarta Timur. Untuk mencapai Pura Aditya Jaya Rawamangun, kalian dapat masuk dari Jalan Daksinapati Raya dan dari Jalan di Penjaitan (by pass).

Berdasarkan informasi di adityatemple.ne, Struktur Pura Aditya Jaya Rawamangun terbagi atas tiga halaman/ mandala yaitu Kanisthama mandala (Jaba sisi), Madhyama Mandala (Jaba Tengah), dan Uttama Mandala (Jeroan).

Di area Uttama Mandala (Jeroan) terdapat Bale Ligong yang digunakan sebagai tempat perhelatan acara besar, ada juga Bale Poedan yang berada di samping candi. Bale Poedan digunakan sebagai tempat pemuka agama memimpin upacara. Selain itu, ada juga patung yang memakai udeng dan kain khas Bali, namanya Patung Barong. Pantung ini bertugas sebagai penjaga dari candi utama yang berada di wilayah tengah pura.

Setiap bangunan di tempat ini membuat saya takjub, apalagi ketika melihat kemegahan candi yang berada di tengah-tengah area Uttama Mandala (Jeroan). Setiap umat Hindu yang beribadah akan menyimpan sesajen di candi ini.

Candi yang menjulang dengan megahnya ini memiliki enam tingkat dan di atas candi tersebut terdapat patung berwarna keemasan. Patung tersebut akan dibersihkan ketika akan beribadah.

pura aditya jaya rawamangun 8 - diantin.com
Candi yang ada di Pura Aditya Jaya | Picture by Achmadi

Perbedaan Antara Hindu Bali Dengan Hindu Jawa

Selain bercerita tentang banyak hal, Bli Agung juga mempersilahkan kami untuk bertanya. Saat itu Bang Derus bertanya tentang perbedaan antara Hindu Bali dengan Hindu Jawa.

Menurut kepercayaan umat Hindu cara beribadah dipengaruhi dari budaya daerah sekitar. Jika di Bali umat Hindu beribadah menggunakan songket, di Jawa umat Hindu beribadah dengan menggunakan kain batik. Bukan hanya itu saja, untuk penyebutan Tuhan juga berbeda di Jawa menggunakan Gusti, sedang di Bali menggunakan Anak Agung. Saya sendiri baru tahu tentang perbedaan ini.

Namun walaupun penyebutan Tuhan dan cara berpakian yang berbeda, dari isi sajen yang disediakan bisa dibilang sama. Sajennya terdiri dari bunga, buah, dan makanan ringan.

Arti Peletakan Wija atau Bija

Kalian sering lihat umat Hindu yang menggunakan beras di jidatnya? Beras tersebut bernama Wija atau bija, biasanya dibuat dari biji beras yang dicuci dengan air bersih atau air cendana. Kadangkala juga dicampur kunyit (Curcuma Domestica VAL) sehingga berwarna kuning, maka disebutlah bija kuning.

Menurut inputbali.com, Wija atau bija adalah lambang Kumara, yaitu putra atau wija Bhatara Siwa. Pada hakekatnya yang dimaksud dengan Kumara adalah benih ke-Siwa-an/ Kedewataan yang bersemayam dalam diri setiap orang. Mawija mengandung makna menumbuh-kembangkan benih ke-Siwa-an itu dalam diri orang. Sehingga disarankan agar dapat menggunakan beras galih yaitu beras yang utuh, tidak patah (aksata). Alasan ilmiahnya, beras yang pecah atau terpotong tidak akan bisa tumbuh.

Bija sebaiknya diletakan pada titik-titik yang peka terhadap sifat dari  kedewataan/ke-Siwa-an, dan titik-titik dalam tubuh tersebut ada lima yang disebut Panca Adisesa.

  1. Di pusar yang disebut titik manipura cakra.
  2. Di hulu hati (padma hrdaya) zat ketuhanan diyakini paling terkonsentrasi di dalam bagian padma hrdaya ini (hati berbentuk bunga tunjung atau padma). Titik kedewataan ini disebut Hana hatta cakra.
  3. Di leher, diluar kerongkongan atau tenggorokan yang disebut wisuda cakra.
  4. Di dalam mulut atau langit-langit.
  5. Di antara dua alis mata yang disebut anjacakra. Sebenarnya letaknya yang lebih tepat, sedikit diatas, diantara dua alis mata itu.

Karena pada umumnya ketika persembahyangan menggunakan pakaian lengkap tentu tidak semua titik-titik tersebut dapat dengan mudah diletakkan bija. Maka cukup difokuskan pada 3 titik seperti:

  1. Pada Anjacakra, sedikit di atas, di antara dua alis. Tempat ini dianggap sebagai tempat mata ketiga (cudamani). Penempatan  bija di sini diharapkan menumbuhkan dan memberi sinar-sinar kebijaksanaan kepada orang yang bersangkutan.
  2. Pada Wisuda Cakra, di leher, diluar kerongkongan atau tenggorokan. Sebagai simbol penyucian  dengan harapan agar mendapatkan kebahagiaan.
  3. Di mulut, langsung ditelan jangan digigit atau dikunyah. Alasannya seperti tadi kalau dikunyah beras itu akan patah dan akhirnya tak tumbuh berkembang sifat kedewataan manusia. Sebagai simbol untuk menemukan kesucian rohani dengan harapan agar memperoleh kesempurnaan hidup.

Wejangan Bli Agung Untuk Kami Semua

Bli Agung bukan hanya bercerita tentang sejarah Pura Aditya Jaya Rawamangun, tapi Bli Agung juga memberikan beberapa wejangan kepada kami.

“Ketika hendak beribadah, banyak orang sibuk membersihkan diri tapi lupa untuk membersihkan tempat ibadahnya. Padahal, sebaiknya sebelum beribadah kita harus membersihkan tempat ibadahnya terlebih dahulu. Bukan hanya membersihkan diri saja tapi tempat ibadahnya dibiarkan kotor. Kita saja tidak suka tempat kotor, bagaimana dengan Tuhan.” – Bli Agung

Wejangan Bli Agung tentang kebersihan tempat ibadah cukup menampar saya untuk lebih peka lagi dengan tempat ibadah, bukan hanya sibuk membersihkan diri saja tapi harus memperhatikan kebersihan tempat ibadah juga. Selain itu Bli Agung juga mengatakan jika kita beribadah maka lakukanlah dari hati dan tamparan kedua dari Bli Agung mengingatkan tentang kejujuran.

“Kamu bisa membohongi saya, tapi kamu tidak bisa membohongi Tuhan.”

Oh ya, seperti halnya perempuan dalam Islam, perempuan umat Hindu juga tidak beribadah ketika menstruasi.

***

Intinya saya banyak belajar dari perjalanan kali ini. Bukan hanya mengetahui ada pura yang begitu indah di Jakarta, saya juga jadi tahu lebih banyak tentang budaya umat Hindu.

Selain itu saya jadi belajar tentang kejujuran dan arti dari menghargai agama lain. Dan tentu saja jadi punya foto-foto keren ala-ala liburan di Bali.

Jika kalian perhatikan dengan seksama, ternyata cara beribadah umat Hindu hampir sama dengan umat Islam. Umat Hindu mencuci tangan ketika akan beribadah dan perempuan yang sedang menstruasi pun dilarang beribadah, sama seperti umat Islam yang harus berwudhu ketika akan beribadah dan tentu saja perempuan yang menstruasi dilarang beribadah juga.

Untuk kalian para perempuan yang akan berkunjung ke Pura Aditya Jaya Rawamangun, pastikan kalian tidak sedang menstuasi ya 🙂

76 thoughts on “Mengenal Budaya Umat Hindu di Pura Aditya Jaya Rawamangun

  1. Kartini

    20 Agustus 2018 at 1:08 PM

    sewaktu itu aku kepingin ke pura parahyangan agung jagatkarta yang di bogor, dan pas baca-baca peraturannya, ternyata ga boleh masuk yang sedang menstruasi. tapi, ah gpp kali ya kalo ga ketahuan. tapi karena dasar menghormati peraturan tempat peribadatan dan penasaran gimana kalau paksa masuk, akhirnya aku tanya ke temenku yang beragama hindu. temenku bilang, nanti bisa celaka atau dapat hal yang tidak diinginkan sepulag dari sana hehe seperti yang Bli Agung bilang sehingga mengurungkan diri deh.

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 2:52 PM

      Iya kata Bli Agung kalo melanggar pulangnya bisa kenapa-kenapa kar.

  2. Maria Widjaja

    20 Agustus 2018 at 1:28 PM

    Semoga Antin baik-baik saja, ya. Lain kali jangan bandel, hehehehe. Bli bisa dibohongi, tapi tidak demikian dengan Tuhan. =)

    1. Antin Aprianti

      20 Agustus 2018 at 1:32 PM

      Amiiinnn, semoga tidak ada kejadian apapun di kemudian hari.
      Siap kak maria, Antin nggak bandel lagi 🙂

  3. Deny Oey

    20 Agustus 2018 at 7:19 PM

    Semoga kalo ada diversity walking tour lagi Antin tidak membohongi Tuhan lagi..

    Ttd
    Bapak CP

    1. Antin Aprianti

      20 Agustus 2018 at 8:27 PM

      Hahaha siap Bapak CP, kemarin lupa sebelum trip nggak nanya-nanya dulu padahal ke tempat ibadah 😑😑

  4. airin

    20 Agustus 2018 at 9:51 PM

    Ceritanya menarik. saling menghormati itu tidak segampang menulis di lembar kertas jawaban ujian, semoga dapat diambil hikmah untuk kita semua, semoga.

  5. Sally

    20 Agustus 2018 at 9:58 PM

    Antin! persis banget waktu aku ke Pura di Bogor juga gitu, ga boleh masuk kalu lagi mens, dan dari rombongan ku yang lagi mens aku doang. Nasib emang huhu jdi terpaksa nunggu di luar haha.

    Ah jadi pengin ikut trip kaya gini iih. Next mudah”an dibolehin gabung dan pas juga waktunya hehehe

    1. Antin Aprianti

      20 Agustus 2018 at 10:06 PM

      Iya ayo dong kak kapan-kapan ikutan, belum pernah trip bareng kita 😀

  6. Tuty prihartiny

    21 Agustus 2018 at 12:02 AM

    Pura Aditya Jaya deket banget dari rumah saya. Dulu sering ke sana hanya untuk melihat yang sedang latihan tari bali, tapi hanya di pelataran ndak pernah keliling pura. Makasih kak Antin untuk info lengkapnya. Cuzz ah kesana, bareng yuks kak Antin

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:13 PM

      Hayu mbak, aku belum puas eksplore juga.

  7. cha

    21 Agustus 2018 at 2:51 PM

    Bener nih aku juga dibuat galau pada waktu itu , next dibuat lagi donk dan mudah2an bisa ikutan

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:14 PM

      Tapi aku beruntung bisa ikutan, cha hehe
      Ayo ayo besok-besok kalo ada lagi ikutan yuk.

    2. Sintia

      8 Februari 2021 at 8:09 PM

      Apakah pernah ada orang yang dalam keadaan menstruasi ke pura rawamangun ya?

  8. Evi

    21 Agustus 2018 at 4:49 PM

    Sangat detail.. Jadi berasa ikut jalan-jalan..
    Nitip pesan buat Bapak CP nya.. Kapan ngada-in lg.. Semoga waktu nya gak bentrok.. 🙂

    1. Antin Aprianti

      21 Agustus 2018 at 6:53 PM

      Dicolek aja bapak cp-nya kak, suruh bikin trip retjeh lagi 😁

  9. Yunita Tresnawati

    21 Agustus 2018 at 5:13 PM

    Ah ini trip yang membuat iri hati, hanya bisa memandang fotonya sambil menikmati kopi susu di Vietnam sana.

    1. Antin Aprianti

      21 Agustus 2018 at 6:54 PM

      Iya nih kurang kak yun, kalo ada tambah seru kak.

  10. Taumy

    21 Agustus 2018 at 5:46 PM

    Ah. Kemarin waktunya tidak tepat, jadi tidak ikut menikmati Jakarta rasa Bali di Pura ini. Wejangannya pun ngena, untuk semua agama.

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:15 PM

      Yuk ke sana lagi bang taumy

  11. Lisa Fransisca

    21 Agustus 2018 at 5:56 PM

    Beraneka ragam sekali ya budaya kita, bahkan cara beribadah kepada Tuhan pun ada macam2 mengikuti budaya. Keren ulasannya, Kak Antin. Semoga besok2 ga nyasar lagi ya. 🙊

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:16 PM

      Nyasar sepertinya udah jadi kebiasaan kak haha

  12. Jalan-Jalan KeNai

    21 Agustus 2018 at 7:35 PM

    Saya baru tau kalau bagian dalamnya seperti itu. Kayaknya kalau udha di dalam gak bakal berasa hiruk pikuk Jakarta, ya. Padahal lokasinya dekat jalan besar 🙂

    1. Antin Aprianti

      22 Agustus 2018 at 8:45 AM

      Betul mbak, aku juga heran di dalam terasa begitu hening dan damai padahal di dekat jalan raya.

  13. Ina

    22 Agustus 2018 at 12:37 AM

    Waahh baru tau ternyata umat hindu klo lagi mensturasi ga boleh ibadah, sama seperti di ajaran islam

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:17 PM

      Iya sama mbak, aku juga baru tau pas ke sini.

  14. Inez

    22 Agustus 2018 at 6:39 AM

    Komplit banget Antin.
    Makasi loh udah dibantu jelasin.
    Yg membekas di gw adalah ketika bapaknya bilang, saat dia lagi acara Nyepi, lg semedi didatangi sosok spiritual. Yang harus bersihin lokasi ibadah itu loh seharusnya sebelum Nyepi. Speechless.

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:19 PM

      Sama-sama kak inez, iya aku juga inget banget kalimat yang itu kak.

  15. Amelia

    22 Agustus 2018 at 10:46 AM

    Adat budaya hindu memang sangat kental, aku pernah sekali datang ke pura ini buat mengantar temanku ibadah. Berada disana terasa lagi ada di bali.

  16. Dayu Anggoro

    22 Agustus 2018 at 11:10 AM

    Harusnya bisa ikut trip ini tapi apadaya karena masuk kerja jadi ga bisa huhuhu.

  17. febi

    22 Agustus 2018 at 1:15 PM

    komplit banget antin..
    banyak info yang gue dapet disini 🙂

  18. Firdaus Soeroto

    22 Agustus 2018 at 2:17 PM

    Rupanya Rawamangun banyam menyimpan tempat menarik ya untuk dikunjungi. Makasih udah sharing artikel ini.

  19. Galuh

    22 Agustus 2018 at 3:30 PM

    Deket rumah ini… tapi gw sendiri belum pernah masuk ke dalem

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:21 PM

      Sekali-kali coba masuk ke dalem bang, terus ngobrol sama pemangku pura.

  20. Ajiza desi purnamasari

    22 Agustus 2018 at 3:31 PM

    Aku suka artikel ini
    Endingnya ada pesan utk pembaca

  21. Rama Murtaba

    22 Agustus 2018 at 5:28 PM

    Ada foto kita yang sama ternyata. Jadi kangen jalan-jalan bareng kubbu lagi pas baca ini. Hoaaa

    1. Antin Aprianti

      22 Agustus 2018 at 5:42 PM

      Oh ya? Aku sebagian ambil foto yang Bang Madi share. Iya ih pengen trip lagi ya ram.

  22. Putri Reno

    22 Agustus 2018 at 10:38 PM

    Ulasannya lengkap. Baru tau bedanya hindu jawa dan Bali penyebutannya Gusti dan anak Agung.

  23. Putri Reno

    23 Agustus 2018 at 10:26 AM

    Lengkap Ka ulasannya. Saya baru tau makna dari selendang kuning itu. Makasih sudah berbagi

  24. Elva Susanti

    23 Agustus 2018 at 11:33 AM

    Oh ternyata umat Hindu juga gak boleh ibadah ya mbak kl lagi menstruasi, saya kira hanya umat islam aja yg gak boleh ibadah. Emangbsih, intinya beribadah di saat kita sedang bersih dan suci dari hadas besar maupun kecil

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:24 PM

      Iya mbak nggak boleh beribadah kalo lagi menstruasi dan nggak boleh masuk ke pura juga.

  25. Agnes

    23 Agustus 2018 at 12:30 PM

    Keren ka Antin ulasannya, ditunggu ulasan2 rumah ibadah selanjutnya 🙂

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:25 PM

      Makasih Agnes, ditunggu ya ulasan tempat ibadah berikutnya 😊

  26. Bunda Erysha (yenisovia.com)

    23 Agustus 2018 at 1:43 PM

    Hahaha sama mba. Aku juga tipe yang suka nyasar kalau pergi-pergi. Sepertinya kecerdasan kita tidak terletak di spatial hahha. Baca-baca liburan mba, bikin saya senyum-senyum sendiri. Soalnya belum sampai tempat tujuan udah lelah duluan. Perjuangan ya mba 😃

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:26 PM

      Wah sama kita mbak haha
      Pas ngalamin mah kesel akunya mbak, eh pas nulis ini malah senyum-senyum juga haha

  27. Suciarti Wahyuningtyas (Chichie)

    23 Agustus 2018 at 3:02 PM

    Hoh ini yang selalu terlihat dari jalan itu, aku penasaran sebenarnya sama dalamnya dan pas lihat ini jadi kepengen main kesana juga. Belajar dan mengenal perbedaan memang sangat indah ya mbak.

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:29 PM

      Mampir mbak terus ngobrol sama pemangku puranya, selain bisa foto-foto ala liburan di bali kita juga jadi mengenal lebih dalam budaya umat hindu.

  28. Tetty Hermawati

    23 Agustus 2018 at 5:08 PM

    Waa makasih, jadi tau tentang budaya dan tradisi umat hindu. Jalan-jalan memang bisa yang anti mainstream ky gini ya, jadi makin tau dan bisa saling toleransi

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:30 PM

      Betul sekali mbak, kita jadi lebih menghargai perbedaan juga.

  29. Aminnatul Widyana

    23 Agustus 2018 at 6:32 PM

    Wow, boleh ya dijadikan tempat trip begini? Tapi ada syarat2nya ya, seperti gak boleh ke sana kalau pas lagi mens.

    1. Antin Aprianti

      23 Agustus 2018 at 8:31 PM

      Boleh mbak asalkan tidak mengganggu yang beribadah dan untuk perempuan tidak sedang menstruasi.

  30. Aswinda Utari

    23 Agustus 2018 at 8:28 PM

    Waw..banyak pembelajaran berharga nih baca ini. Aku baru tau loh ttg arti ikatan selendang kuning itu pas baca ini. Mmg tiap budaya dan tradisi itu unik ya. Bangganya jadi orang indonesia yg keberagamannya amazing. 🙂

  31. Natra rahmani salim

    23 Agustus 2018 at 8:47 PM

    Informasi tentang hindu baru aku dapatkan di tulisan ini kak. Sebelumnya aku bingung memang kenapa selalu ada selendang kuning dan beras di atas alis mereka. Ternyata bagus banget artinya.

  32. Latifika Sumanti

    24 Agustus 2018 at 2:13 AM

    Ealah Gusti itu asalnya dari Hindu ya, saya kira dari Islam Jawa. Mungkin ini yang namanya akulturasi ya, eh asimilasi, eh yah sejenis itu. Hindu dan Islam klo di Jawa memang nampak seiring

  33. cerite si mpo

    24 Agustus 2018 at 3:13 AM

    Belajar pada agama lain bukan bermaksud pindah agama, akan tetapi belajar untuk memghargai perbedaan agama lain. Karena indonesia itu beragam agama

    1. Antin Aprianti

      24 Agustus 2018 at 5:54 PM

      Betul banget, Mbak. Kita jadi saling menghargai walaupun berbeda kepercayaan.

  34. April Hamsa

    24 Agustus 2018 at 6:50 AM

    Seru banget ceritanya mbak 😀
    Jd tau kalau Hindu Jawa dan Bali jg beda.
    Acara2 kyk gini bikin kita paham akan umat lain, yg berbeda dgn kita, selian itu membuka wawasan ya biar pikiran gak cupet dan mudah terprovokasi TFS

  35. adeuny

    24 Agustus 2018 at 11:11 AM

    ulasannya detail banget mbak.. serasa masuk kesitu 😁

  36. Hairun Nisa

    24 Agustus 2018 at 1:35 PM

    Wah baru tahu nih kalau kain kuning itu bukan sekadar pakaian melainkan ada maknanya juga. Nice post sih. Nge-share ga nanggung-nanggung, yang baca jadi nambah juga pengetahuannya.

  37. Ifa Mutia

    24 Agustus 2018 at 5:48 PM

    Malang benar nasibku waktu itu tidak bisa ikut trip retjeh.
    Semoga diadakan lagi dan aku bisa ikut.
    Senang ya bisa tahu tentang kepercayaan orang lain dengan segala keunikannya.
    Puranya juga bagus dan masih di Jakarta pula.
    Kunjungan kesini harus ijin dulu tidak sih dik Atin?

    1. Antin Aprianti

      24 Agustus 2018 at 5:51 PM

      Kemarin ijin langsung pas hari H deh kayanya mbak, untuk lebih jelasnya bisa tanya-tanya ke Denny langsung.

  38. achi hartoyo

    24 Agustus 2018 at 7:39 PM

    Aku baru tau istilah beras yang ditempel di jidat itu namanya wija. Next kita ke pura arthmjati cinere kuy

    1. Antin Aprianti

      24 Agustus 2018 at 7:48 PM

      Hayu Mas mau banget, hari minggu dong atau hari sabtu pas aku libur hehe

  39. Nurul dwi larasati

    24 Agustus 2018 at 8:03 PM

    Jadi membayangkan ada di Bali melihat foto-fotonya. Perbedaan penyebutan Tuhan yang baru aku tahu.

  40. Mutiara

    24 Agustus 2018 at 8:15 PM

    Ke Pura ini harus ijin dulu ga sih, Antin? Rawamangun deket banget inih… Hehehe…

    1. Antin Aprianti

      24 Agustus 2018 at 8:57 PM

      Kemarin kayanya ijin langsung pas hari H mbak, waktu itu kan tripnya juga dadakan. Cuslah mbak ke sana kalo deket mah.

  41. Leyla Imtichanah

    25 Agustus 2018 at 5:06 AM

    Jadi dapat banyak info setelah baca tulisan ini termasuk penyebutan nama tuhan di Jawa dgn Gusti itu ngikutin adat Hindu. Padahal eyang2 di Jawa yang muslim juga kebiasaan nyebutnya Gusti. Makasih infonya Mba.

  42. Eni Martini

    25 Agustus 2018 at 7:39 AM

    Aku juga tertarik nih wisata regili semua agama untuk ilmu, tapi memang harus hati-hati&patuhi peraturan setempat ya

  43. lenifey

    31 Agustus 2018 at 11:22 AM

    Wah wejangannya bagus2 ya.. Bli Agung dari tulisan antin keliatan yang sabar ramah terus ngasih wejangan2 bijak.. adem gitu bacanya.
    Masih iri gabisa ikut trip ini. Hiks

  44. Ristiyanto

    8 September 2018 at 11:24 AM

    Ada jokes kalo perempuan itu memang sulit untuk membaca peta. Kamu tidak salah Dik, perempuan gak pernah salah. Kalau nyasar lain kali pulang aja, bisa nonton Tom & Jerry di rumah.

  45. Belajar Toleransi Dengan Mengunjungi Tempat Ibadah di Jakarta | Diantin

    30 Oktober 2018 at 12:28 AM

    […] Sebelum berkunjung ke Pura Aditya Jaya Rawamangun, kalian bisa membaca ulasan saya tentang pura ini dan Budaya Umat Hindu di tulisan Mengenal Budaya Umat Hindu di Pura Aditya Jaya Rawamangun. […]

  46. 5 Karya Seni Tak Biasa di Museum MACAN | Diary Antin

    5 Agustus 2019 at 4:47 PM

    […] bulan lalu, untuk pertama kalinya saya mengunjungi Museum MACAN bersama komunitas Detik Travel. Bukan hanya menjelajah setiap sudut Museum MACAN, saya […]

  47. 5Tips Liburan di Bali yang Perlu Kamu Tahu | Diary Antin

    16 Maret 2020 at 5:09 PM

    […] Budaya Bali menjadi salah satu daya tarik utama pulau tersebut. Kadang kala, tanpa disadari wisatawan tanpa sadar dapat menyinggung orang Bali setempat dengan melanggar ajaran budayanya. […]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *