Review Buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Nama Tere Liye sudah tidak asing lagi di kalangan pembaca novel Indonesia. Banyak buku karyanya yang menjadi best seller. Bahkan banyak penggemarnya yang rela menyisihkan uang jajan untuk mengkoleksi semua bukunya, salah satunya buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.

Banyak sekali teman-teman yang meracuni saya untuk membaca buku Tere Liye, tapi belum sempat membacanya. Sampai akhirnya ada satu momen yang mau nggak mau saya harus membaca bukunya.

Kalau ditanya kenapa belum pernah membaca karya Tere Liye? ya nggak apa-apa, kebetulan saja saya belum setertarik itu dan timbunan saya pun masih banyak yang belum diselesaikan.

September 2019, mau tak mau saya harus menyelesaikan buku Tere Liye yang berjudul “Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” dalam waktu 3 hari. Memang salah saya yang terlalu santai, dikasih waktu 3 bulan untuk membaca buku tersebut malah santai-santai saja.

Menjelang hari H bedah buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, saya begadang untuk menyelesaikannya. Untungnya buku ini ditulis dengan bahasa yang sederhana, jadi nggak perlu berfikir keras ketika membacanya.

Informasi Buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Judul : Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cover : Orkha Creative
ISBN : 9786020331607
ISBN Digital : 9786020384760
Cetakan ketiga puluh lima : Juli 2018
Tebal : 264 hlm

Luar biasa sekali karya Tere Liye ini, di tahun 2018 saja bukunya sudah dicetak sebanyak 35 kali. Jangan-jangan kalian juga sudah punya buku ini ya?

Blurb Buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik.

Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekali pun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan nekar perasaan ini.

Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.

Sekarang, ketika kau tahu dia boleh jadi tidak pernah mengganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah… biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun… daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.

Review Buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Di awal cerita Tania, sang tokoh utama digambarkan sedang berada di sebuah toko buku. Tania menanti hujan reda dengan melihat dan menceritakan keadaan sekitarnya. Jujur, bagian ini sangat membosankan.

Di saat itu pula Tania mengingat masa kecilnya yang serba sulit bersama ibu dan adiknya, Dede. Bagaimana dia dan adiknya harus mengamen di bus kota untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, sampai suatu hari dia dan adiknya bertemu malaikat penolong.

Malaikat penolong itu bernama Danar, mereka bertemu ketika Tania dan Dede ngamen di bus kota. Saat itu kaki Tania tak sengaja menginjak paku payung. Ya, mereka ngamen tanpa menggunakan alas kaki.

Di bus kota itu tak ada yang peduli dengan kesakitan Tania, hanya Danar yang menolong. Danar membersihkan dan membungkus luka di kaki Tania yang kotor dengan saputangannya. Selain itu, Danar juga memberikan uang sepuluh ribu untuk membeli obat merah.

Itulah pertemuan pertama mereka, tapi bukan pertemuan yang terakhir. Seminggu setelahnya mereka ngamen dengan rute yang sama, dan tak disangka mereka bertemu Danar lagi. Kali ini Danar membawa dua kotak sepatu untuk mereka. Baik sekali Danar ini ya.

“Kebaikan itu memang tak selalu harus berbentuk sesuatu yang terlihat. Tak selalu dalam bentuk uang dan materi.” – Hal. 184

Setelah itu mereka semakin dekat, sering bertemu, bahkan Danar sudah seperti kakak mereka. Kehidupan Tania dan keluarganya perlahan membaik. Mereka tidak kelaparan lagi, bisa melanjutkan sekolah, dan tinggal di tempat yang lebih layak.

Baru saja mereka merasakan kebahagian, kesedihan menguji mereka kembali. Ibu mereka meninggal saat usia mereka masih kecil, Danar yang baik hati pun mengajak Tania dan Dede untuk tinggal bersamanya.

nasihat di buku daun yang jatuh tak pernah membenci angin

Kehidupan mereka sempurna seperti keluarga, tapi ada hal lain yang dirasakan Tania. Dia jatuh cinta kepada malaikat penolongnya itu, ada rasa yang beda ketika melihat Danar bersama kekasihnya. Namun, dia pun tak mungkin mengungkapkannya. Jarak usia di antara mereka terpaut jauh, Danar lebih cocok manjadi kakaknya.

Bagimana kelanjutan cinta Tania kepada Danar?
Kenapa Danar begitu baik kepada keluarga Tania?

Kalian cari tahu sendiri dengan membaca buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin ini ya 😀

“Orang yang memendam perasaan sering kali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.” – Hal. 247

Opini Pribadi Tentang Buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Sebagai buku pertama karya Tere Liye yang saya baca, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin tidak terlalu mengecewakan. Namun, di awal-awal cerita saya sempat bosan karena alur yang terasa lambat.

Tere Liye membuat alur maju mundur yang kadang membuat saya bingung. Tania yang bercerita di toko buku, tiba-tiba balik ke masa lalu, lalu kembali ke waktu sekarang. Perpindahan alur waktu tersebut di awal-awal lumayan bikin bingung. Saya baru menikmati cerita, mulai paham alur, dan mulai paham gaya penulisan Tere Liye setelah membaca beberapa bab.

Menurut beberapa teman yang sudah membaca banyak buku Tere Liye, gaya penulisan Tere Liye memang begitu. Lambat di awal dan mulai seru di pertengahan cerita. Jadi untuk kalian yang mudah bosan, kalian harus bertahan sampai pertengahan bab agar bisa menyelesaikan buku ini sampai selesai.

Sejak pertengahan bab sebenarnya saya sudah bisa menebak kalau Tania menyukai Danar, tapi ternyata tebakan saya selanjutnya salah. Benar-benar akhir yang di luar dugaan, membuat saya terkejut.

“Dalam urusan perasaan, di mana-mana orang jauh lebih pandai ‘menulis’ dan ‘bercerita’ dibandingkan saat ‘praktik’ sendiri di lapangan.” – Hal. 174

Kekurangan dari buku ini, banyak hal yang sulit saya mengerti. Terlebih lagi banyak sekali masalah yang tak selesai, banyak pertanyaan-pertanyaan yang menggantung. Pembaca dibuat bertanya-tanya dan menebak sendiri maksud yang disampaikan.

Di beberapa kalimat saya juga sempat bingung dengan POV (Point Of View) tokohnya, antara Tania atau Danar yang sedang bercerita. Karena tak ada jeda atau pembeda antara mereka yang bercerita.

“Tania, kehidupan harus berlanjut. Ketika kau kehilangan semangat, ingatlah kata-kataku dulu. Kehidupan ini seperti daun yang jatuh … biarkanlah angin yang menerbangkannya …” – Hal. 70

Terlepas dari itu semua, saya menikmati membaca buku ini. Ceritanya realistis, antara kesedihan dan kebahagiaan dibuat pas dan tak berlebihan. Membaca buku ini seperti membaca kisah nyata seseorang, walaupun saya tak tahu apakah cerita di buku ini dari kisah nyata atau bukan.

quote di buku daun yang jatuh tak pernah membenci angin

Untuk kalian yang belum pernah membaca karya Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin bisa menjadi buku awal untuk mengenal karya Tere Liye lainnya. Buku ini juga bisa untuk menemani akhir pekan kalian.

Jangan lupa tetap membaca ya kawan 🙂

 

Review buku lainnya:

  1. Confessions Karya Minato Kanae
  2. The Boy I Knew From YouTube Karya Suarcani
  3. Rempah Rindu Karya Gina Maftuhah Dkk
  4. Di Dalam Lembah Kehidupan Karya Buya Hamka
  5. The Architecture Of Love Karya Ika Natassa

10 pemikiran pada “Review Buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin”

  1. Aku tuh punya bukunya tereliye cuma beli aja belum sempet baca. Cicil bayar hutang dulu. Buku yang ini pun tak kalah menarik dan menggoda untuk di beli. Aku suka iri sama orang yang baca buku bisa cepat dan konsiten.

    Makasih antin sudah diingatkan untuk selalu membaca

    Balas
  2. Mantap, Kak.

    Aku masih sering teringat-ingat dengan ceritanya. Padahal, mungkin sudah sebulan lalu, sama sudah berganti baca buku yang lainnya. Mungkin ini, buku tentang cinta pertama yang aku baca dan suka.

    Balas
    • iya teringat terus dengan alurnya, dari awal hingga akhir. dari pertemuan hingga perpisahan, habis baca speechles ga sedih ga senang, terbawa alur, serasa saya di dalamnya mnjd saksi kehidupan mereka 😷

      Balas
      • Kalau aku malah kesel sama endingnya kak, masih ada beberapa tanda tanya yang belum terjawab jadi pembaca kan penasaran. Kayanya penulis memang sengaja membuat pembaca menafsirkan sendiri maksudnya

        Balas
  3. Hari ini aku selesai baca buku ini, tapi masih kurang puas sama akhirnya, pas terakhir yang dibisikin kak Danar ke Tania itu apa?😭

    Balas
  4. Dulu ini jadi tugas matkul Bahasa Indonesia yang disuruh meresensi novel.
    Ceritanya di awal-awal memang sedikit membosankan, tapi setelah kita baca dan larut dalam ceritanya jadi semakin penasaran meskipun dengan ending yang terkesan menggantung

    Balas

Tinggalkan komentar