Sejak bulan lalu polusi di Jakarta dan sekitarnya semakin meresahkan. Setiap hari langit Jakarta selalu terlihat berkabut. Nyatanya itu bukan kabut, melainkan polusi udara yang semakin buruk. Kebayang bagaimana bahayanya jika udara yang dihirup setiap hari ternyata berpolusi.
Keresahan itulah yang saya dan mungkin banyak orang Jakarta rasakan. Namun kita tak bisa hanya merasa resah saja, tapi harus membantu untuk mengurangi polusi tersebut. Berhentilah menyalahkan pemerintah dan kaum-kaum terkait, karena masalah polusi bukanlah hal yang sederhana. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi tanggung jawab kita semua.
Bagimana cara mengurangi polusi di Jakarta? Mudah saja, salah satunya dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih menggunakan angkutan umum massal.
Coba bayangkan jika setiap orang keluar rumah membawa kendaraan pribadi. Bukan hanya menambah kemacetan, tapi menambah parah polusi udara juga.
Saya jadi teringat percakapan dengan teman beberapa waktu silam, ketika itu saya mengajak dia membeli makanan dengan berjalan kaki. Dia pun menolak dengan alasan jauh, dan lebih memilih menggunakan motor. Padahal jarak dari tempat kami ke warung tersebut masih bisa dijangkau dengan berjalan kaki.
Kasus di atas memang terlihat sederhana, tapi bayangkan jika ke warung atau membeli makan saja harus menggunakan motor. Berapa banyak polusi yang dihasilkan?
Oleh sebab itu, saya sangat senang ketika mengetahui ada kampanye Jalan Hijau yang mendukung penggunaan angkutan umum massal dan berjalan kaki. Ada yang sudah tahu tentang kampanye Jalan Hijau? Untuk yang belum tahu, saya ceritakan sedikit ya.
Apa sih Kampanye Jalan Hijau?
Rabu (21/08/2019) lalu, ketika berjalan di Stasiun Sudirman, saya melihat sekumpulan anak muda yang membawa poster-poster tentang berjalan kaki. Karena penasaran, saya pun mendekat dan memperhatikan setiap poster yang mereka bawa.
Kemudian, ada Mbak-mbak menghampiri saya dan menanyakan beberapa pertanyaan seputar fasilitas umum yang sudah ada. Dari mbak itulah saya tahu apa yang sedang mereka lakukan.
Ternyata mereka sedang melakukan Kampanye Jalan Hijau. Kampanye Jalan Hijau adalah kampanye yang dilakukan oleh BPTJ yang bertujuan untuk mendorong semaksimal mungkin masyarakat agar berpindah dari kendaraan (bermotor) pribadi ke angkutan umum massal dan berjalan kaki.
Kampanye ini berlangsung mulai hari Senin (19/08/2019), sampai hari Kamis (22/08/2019). Kampanye yang dilakukan di wilayah Jakarta, Depok dan Bekasi ini melibatkan taruna/ni Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD). Jadi, Mbak yang ngobrol dengan saya ini taruni STTD.
Saya pun penasaran, kenapa kampanye ini bernama Jalan Hijau. Konon, #Jalanhijau mengandung arti bahwa apabila semakin banyak masyarakat meninggalkan kendaraan pribadi, dan beralih menggunakan angkutan umum atau berjalan kaki. Maka jalan menjadi semakin ramah lingkungan (hijau), dan akan memberikan banyak dampak positif baik secara individu maupun bagi masyarakat secara umum.
Selama kegiatan kampanye ini, taruna/ni STTD turun ke jalan. Menyampaikan pesan-pesan apresiasi kepada masyarakat yang telah melakukan kegiatan berjalan kaki, dan menggunakan angkutan umum. Serta ajakan untuk menggunakan angkutan umum bagi mereka yang masih menggunakan kendaraan pribadi.
Penyampaian pesan dilakukan baik dengan poster-poster oleh petugas, pembagian masker, pin, kipas, dan tumbler yang kesemuanya memuat pesan-pesan tentang berjalan kaki dan naik angkutan umum massal.
Selesai ditanya-tanya, saya pun diberi masker dan tumbler lucu dengan pesan tentang berjalan kaki dan naik angkutan umum. Tumbler yang diberikan sebagai apresiasi karena saya sudah menggunakan kendaraan umum dan berjalan kaki. Senangnya, kegiatan yang hampir setiap hari saya lakukan ternyata diapresiasi.
2 Aspek Dilakukannya Kampanye Jalan Hijau
Setelah mencari tahu, ternyata ada 2 aspek kenapa dilakukannya kampanye Jalan Hijau.
1. Isu Transportasi
Isu transportasi adalah kenyataan bahwa lalu-lintas semakin macet dengan tingginya penggunaan kendaraan (bermotor) pribadi, serta masih belum maksimalnya pemanfaatan angkutan umum massal dan aktifitas berjalan kaki. Bahkan terdapat kecenderungan jarak-jarak tertentu yang seharusnya dapat ditempuh dengan berjalan kaki, kini masyarakat lebih memilih menggunakan sepeda motor.
Benar sangat ini, sama dengan kasus percakapan saya dan teman beberapa waktu silam itu. Karena sudah memiliki kendaraan, cenderung jadi malas berjalan kaki.
2. Isu Kesehatan/ Lingkungan.
Kemacetan yang semakin meningkat salah satunya karena tingginya penggunaan kendaraan pribadi (bermotor). Selain menyebabkan kemacetan, hal itu pun menyebabkan polusi udara semakin parah dan berdampak serius bagi kesehatan.
Penggunaan kendaraan pribadi terutama sepeda motor juga menyebabkan kecenderungan masyarakat menjadi kurang bergerak, sehingga risiko terkena penyakit non infeksi menjadi semakin tinggi pada usia muda.
Berdasarkan data dari Kemenkes, saat ini rata-rata orang Indonesia sangat minim dalam hal berjalan kaki. Rata-rata hanya 3000 langkah/hari, padahal seharusnya minimal 6000 langkah/hari atau idealnya 10.000 langkah/hari.
Kondisi ini menyebabkan faktor risiko terkena penyakit non infeksi di Indonesia meningkat dari semula 26,1 % (2017) menjadi 33,5 % (2018). Hal tersebut terjadi karena kurang gerak fisik.
Ternyata kurang gerak bisa mengakibatkan risiko penyakit lho, terlihat sederhana tapi berdampak buruk untuk kesehatan. Jadi untuk kalian yang masih sering mager (malas gerak), yuk diubah kebiasaannya. Ya minimal tidak malas berjalan kaki #KalauDekatJalaniAja.
Nah, mulai sekarang kalian jangan hanya resah saja karena polusi Jakarta yang semakin hari semakin buruk. Yuk sama-sama kita bantu untuk menguranginya dengan beralih menggunakan angkutan umum massal dan berjalan kaki 🙂
Thanks for share, sukses terus..
Terima kasih sudah membaca artikel ini