Tiga tahun lalu saya sempat berbagi pengalaman seru bekerja di perusahaan Freight Forwarding, tak disangka tulisan tersebut mendapat respon positif. Tidak hanya komentar di blog saja, bahkan ada beberapa yang menghubungi saya di sosial media menanyakan prosedur ekspor.
Lumayan banyak yang bertanya tentang pekerjaan saya ini, mulai dari proses interview kerja, jobdesk, prosedur ekspor impor, dll. Namun ada salah satu komentar di awal tahun 2023 yang membuat saya ingin berbagi lagi tentang pekerjaan saya.
Komentarnya dari seorang dosen, beliau berterima kasih karena saya membuat tulisan itu dan menantikan tulisan lainnya. Katanya, tulisan tersebut berguna untuk pengetahuan tambahan siswanya dalam pelajaran logistik dan cargo handling.
Kebayang nggak sih senangnya saya, tulisan yang awalnya saya buat untuk kenang-kenangan tujuh tahun bekerja dan berisi curhatan tentang pekerjaan, malah dijadikan pengetahuan tambahan. Sejujurnya malu juga sih karena banyak selipan curhatannya.
Banyak pertanyaan tentang interview kerja di perusahaan Freight Forwading itu bagaimana. Kalau soal ini setiap perusahaan pasti beda-beda ya, apalagi saat dulu interview saya hanya lulusan SMK yang melamar jadi bagian administrasi. Belum punya pengalaman pula karena baru beberapa bulan lulus.
Jadi saya tidak bisa memberikan penjelasan lebih tentang itu. Namun, ada beberapa pertanyaan di sosial media yang menanyakan jika ingin ekspor bagaimana proseudrnya. Oleh karena itu, dalam tulisan kali ini saya ingin berbagi sedikit informasi yang saya tahu berdasarkan yang saya lihat selama ini tentang prosedur ekspor.
2 Hal yang Harus Disiapkan Sebelum Ekspor
Sebelum melakukan ekspor, ada 2 hal yang harus dipersiapkan seperti:
1. Perusahaan Memiliki Legalitas
Tidak semua perusahaan bisa melakukan ekspor, hanya perusahaan yang memiliki izin yang bisa melakukannya.
Lalu apa saja dokumen yang dibutuhkan? Selain dokumen legalitas seperti NPWP, SIUP, dll. Perusahaan yang ingin melakukan ekspor juga harus memiliki NIB (Nomor Induk Berusaha), dokumen ini nantinya akan berkaitan dengan dokumen-dokumen lainnya.
Untuk ekspor dengan HS (Harmonized System) Code tertentu dan memiliki Lartas (Larangan Terbatas), akan dibutuhkan dokumen legalitas lain sesuai dengan yang diminta pada lartas tersebut. Misalnya ingin ekspor hasil laut, maka kamu harus membuat HC (Health Certificate). Dokumen yang menjamin keamanan dan mutu pangan yang akan di ekspor.
2. Mencari Forwarder Terpercaya
Untuk melakukan ekspor, pihak Shipper (pemilik barang) tidak bisa melakukannya sendiri. Harus melalui perusahaan jasa yang disebut Forwarder.
Nantinya pihak forwarder yang akan mengurus semua proses ekspor, mulai dari gudang pemilik barang sampai pelabuhan keberangkatan atau ada juga yang sampai ke pelabuhan akhir. Tergantung perjanjiannya bagaimana, ada yang Door to Door (Dari gudang pengirim sampai ke penerima), Door to CY (Dari gudang pengirim sampai ke pelabuhan keberangkatan atau pelabuhan akhir).
Dengan bantuan forwarder, pemilik barang jadi tak perlu repot lagi. Hanya perlu mempersiapkan dokumen kelengkapan untuk ekspor saja. Jadi, sebelum melakukan ekspor pemilik barang wajib mencari forwarder yang bisa dipercaya dan memberikan harga yang baik.
Dokumen yang Diperlukan untuk Ekspor
Prosedur ekspor yang terpenting adalah mengenai dokumennya. Berikut ini dokumen yang harus disiapkan untuk ekspor ke luar negeri.
1. SI (Shipping Instruksi)
Shipping Instruksi adalah dokumen pertama yang diberikan oleh shipper kepada forwarder untuk melakukan pemesanan space dan kontainer ke pelayaran. Setelah itu forwarder akan memberikan SI juga ke pelayaran untuk pemesanan space dan kontainer yang diinginkan.
Fyi, jenis dan ukuran kontainer itu beragam. Untuk sedikit gambaran pernah saya jelaskan sedikit pada tulisan Terminal Peti Kemas yang Berkonsep Green Terminal.
Di dalam SI terdapat informasi seperti:
- Shipper (Pengirim)
- Consignee (Penerima)
- POL (Port Of Loading)
- POD (Port Of Destination)
- Party (Jumlah kontainer yang dipesan beserta ukurannya)
- Quantity (Jumlah barang, berat kotor, berat bersih)
- HS (Harmonized System) Code
- Vessel (Nama Kapal)
- ETD (Estimate Time of Departure)
- ETA (Estimate Time of Arrival)
- Jadwal Stuffing (Waktu muat barang ke kontainer)
- Dll yang diperlukan
2. Packing List dan Invoice
Setelah mengirimkan SI ke forwarder, dan forwarder telah memberikan DO (Delivery Order) kepada shipper, maka shipper harus memberikan dokumen packing list dan invoice kepada forwarder.
Data yang terdapat pada packing list dan invoice sama seperti data yang ada di SI, hanya saja lebih lengkap dan terperinci. Sedangkan untuk invoice tentunya terdapat harga barang tersebut.
Oh ya, DO tidak saya masukan dalam list dokumen yang diperlukan untuk ekspor ya. Karena DO digunakan hanya untuk mengambil kontainer di Depo kontainer saja. Untuk lebih jelasnya nanti saya jelaskan di bawah ya.
Untuk dokumen ini wajib shipper berikan kepada forwarder sebelum proses stuffing (menyesuaikan dengan closing dokumen dari pelayaran).
3. PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) dan NPE (Nota Pelayanan Ekspor)
Ketika sudah mendapatkan dokumen packing list dan invoice, forwarder akan memberikan dokumen tersebut ke PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) untuk dibuatkan draft PEB.
Setelah itu pihak forwarder yang akan mengecek data yang ada di draft PEB, apakah sudah sesuai dengan packing list dan invoice apa belum. Jika semua datanya sudah sesuai, pihak forwarder akan menginstruksikan kepada PPJK untuk mentransfer draft tersebut.
Sejak ada persyaratan baru pada awal tahun 2023 yang mengharuskan mencantumkan nomor dan tanggal B/L setelah kapal berangkat, maka sekarang diusahan sebelum transfer PEB data yang ada sudah final. Jadi hanya notul (nota pembetulan) nomor dan tanggal B/L saja.
Fyi, sebelumnya bisa melakukan notul quantity dll setelah selesai stuffing.
Setelah ditransfer, akan terbit Nota Pelayanan Ekspor. Dokumen yang digunakan untuk membuat kartu ekspor (Yellow card) agar bisa masuk ke area pelabuhan. PEB dan NPE ini juga digunakan oleh shipper untuk membayar beacukai, dan digunakan untuk submit Final SI. Jadi pastikan data yang ada di PEB sudah sesuai karena saling terkait dengan dokumen lainnya.
4. B/L (Bill of Lading)
Jika PEB sudah respon menjadi NPE, maka forwarder wajib submit Final SI ke pelayaran. Ingat, submit final SI sebelum closing dokumen ya. Karena beberapa pelayaran ada yang memberikan denda jika forwarder telat submit Final SI.
Data yang diberikan digunakan oleh pelayaran untuk manifest. Kemudian setelah itu, pelayaran akan memberikan draft B/L. Nantinya B/L ini digunakan sebagai dokumen untuk proses bongkar di pelabuhan tujuan.
5. COO (Certificate of Origin)
COO (Certificate of Origin) atau SKA (Surat Keterangan Asal) adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Kemendag. Sertifikat asal barang yang menyatakan bahwa barang atau komoditas yang diekspor berasal dari daerah atau negara pengekspor.
Data yang digunakan dalam COO juga berdasarkan data yang ada di packing list dan invoice. Tujuan dibuatkan COO adalah untuk membuktikan bahwa barang tersebut berasal, dihasilkan, dan diolah di Indonesia.
Selain itu, COO juga digunakan sebagai persyaratan dalam memperoleh preferensi yang disertakan pada barang ekspor tertentu, untuk memperoleh fasilitas berupa pembebasan seluruh atau sebagian bea masuk yang diberikan suatu negara atau kelompok negara tujuan.
Sederhananya, saat barang tiba di negara tujuan. Ketika membuat PIB (Pemberitahuan Impor Barang) nomor referensi COO juga dimasukan, agar mendapatkan potongan atau bahkan tidak membayar bea masuk.
6. HC (Health Certificate)
HC (Health Certificate) merupakan salah satu perizinan untuk menjamin keamanan dan keamanan hasil perikanan yang akan diekspor ke luar wilayah Republik Indonesia untuk memenuhi persyaratan negara tujuan.
Untuk membuat HC, biasanya shipper yang akan mengurusnya sendiri ke Badan Karantina Ikan. Biasanya pihak karantina akan datang ke pabrik untuk mengecek barang dan menyaksikan proses stuffing. Setelah itu akan terbit Health Certificate.
7. SPM (Surat Persetujuan Muat)
Sejak Ibu Susi Pudjiastuti menjabat menjadi menteri, setiap ekspor hasil laut diwajibkan membuat SPM. Tujuan utama penerapan aturan tersebut untuk memastikan hasil laut yang diekspor bukan merupakan hasil praktik penangkapan ikan secara ilegal alias illegal fishing.
Saya masih ingat betul, ketika awal diterapkan peraturan ini banyak eksportir hasil laut yang biasanya menggunakan undername (perorangan yang meminjam nama ke perusahaan untuk ekspor barang) menjadi kesulitan. Hal tersebut karena harus dicek ketika proses stuffingnya, Sekalinya bisa undername, biayanya lumayan mahal.
Untuk membuat SPM, sebelumnya harus sudah membuat HC terlebih dahulu. Karena untuk membuat SPM harus ada Laporan Hasil Uji (LHU). Setelah terbit SPM, nomor referensinya digunakan untuk mentransfer PEB.
Jadi untuk komoditas hasil laut tidak bisa transfer PEB jika belum ada nomor referensi HC ataupun SPM, makanya shipper ataupun forwarder harus mengurusnya sebelum closing dokumen.
8. Phytosanitary Certificate
Phytosanitary Certificate merupakan suatu dokumen mutlak pada proses ekspor impor apabila negara tujuan mempersyaratkan. Dokumen ini berisi informasi mengenai komoditas yang diekspor dan menjelaskan bahawa komoditas tersebut bebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) tertentu.
Sama seperti Health Certificate, hanya saja Phytosanitary Certificate untuk komoditas tumbuhan.
Sebenarnya masih banyak dokumen persyaratan lainnya, tergantung dengan komoditas yang akan diekspor. Dokumen di atas berdasarkan yang sering saya gunakan, untuk komoditas hasil laut dan tumbuhan.
Alur Kerja Ekspor ke Luar Negeri
Jika kamu sudah memiliki forwarder yang terpercaya, maka alur kerjanya seperti ini:
- Shipper menanyakan schedule kapal beserta harga untuk shipment ke negara tujuan.
- Forwarder mengecek schedule dan harga ke pelayaran.
- Setelah mendapatkan schedule dan harga dari pelayaran, forwarder akan menginformasikan ke shipper. Jika schedule dan harga sudah sepakat, maka akan dibuatkan penawaran harga oleh forwarder ke shipper. Biasanya penawaran harga berlaku untuk beberapa bulan ke depan, jika tidak ada kenaikan tarif dari pelayaran.
- Shipper mengirimkan SI ke forwarder, kemudian forwarder mengirimkan SI ke pelayaran. Saat ini beberapa pelayaran sudah menggunakan website, jadi kirim SI melalui website. Namun ada beberapa pelayaran juga yang masih manual, kirim SI melalui email.
- Jika space di kapal yang diinginkan ada, serta stok kontainer yang diinginkan tersedia, pelayaran akan mengeluarkan DO ke forwarder. DO merupakan bukti kalau kita memesan kontainer di pelayaran tersebut, dan digunakan untuk mengambil kontainer kosong di depo.
- DO yang sudah ada diinformasikan oleh forwarder ke shipper, dan shipper menginformasikan final jadwal stuffing.
- Sehari sebelum proses stuffing forwarder akan mengecek kondisi kontainer dan menaikan kontainer yang sesuai standar ke trucking (pick up container). Jika kontainer reefer, maka harus dilakukan PTI (Pre-Trip Inspection) untuk memastikan sistem pendingin bekerja dalam keadaan normal. Kemudian menaikan genset (jika kontainer reefer, untuk kontainer dry tidak perlu genset). Setelah itu dikirim ke gudang pengirim.
- Bersamaan dengan pick up kontainer, shipper mengirimkan dokumen packing list dan invoice ke forwarder. Forwarder melanjutkan dengan proses untuk pembuatan PEB, submit final SI, dan memproses dokumen pendukung lainnya yang diperlukan.
- Proses stuffing dilakukan pengirim/pemilik barang. Setelah selesai, proses di pelabuhan dilakukan oleh forwarder.
- Jika vessel sudah jalan, dokumen B/L dan COO baru bisa diproses aslinya oleh forwarder. Kemudian dikirim ke shipper.
Untuk proses bongkar di negara tujuan yang digunakan hanya dokumen packing list, invoice, COO, B/L, beserta dokumen persyaratan lain yang dibutuhkan.
Kesimpulan
Jika kamu sudah membaca prosedur ekspor di atas, menurut kamu ribet atau tidak prosesnya?
Kalau untuk saya bisa dibilang kadang ribet, kadang nggak. Kenapa? karena untuk ekspor rutin dengan barang yang sama prosesnya akan begitu-begitu saja, yang membuat ribet adalah jika ada kondisi baru atau peraturan baru.
Seperti halnya teknologi, prosedur ekspor juga sering kali berubah-ubah. Ntah itu peraturan, sistem di pelayaran maupun pelabuhan, dll. Namun di balik itu semua, saya menikmati setiap prosesnya. Ya walaupun kadang kesal dan ingin kabur jika sudah terlalu pusing dan rumit.
Melalui tulisan ini, saya harap kamu jadi sedikit tahu bagaimana prosedur ekspor ke luar negeri ya 🙂
Sumber informasi tambahan:
- https://e-ska.kemendag.go.id/home.php/home/form
- https://kkp.go.id/bkipm/page/75-layanan-sertifikat-kesehatan-hc-hasil-perikanan
- https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20150805/99/459418/aturan-spm-hanya-bersifat-sementara
- https://karantinasby.pertanian.go.id/2017/07/28/in-house-training-pelayanan-
- percepatan-pencetakan-phytosanitary-certificate/
Informasi ini baru buat gue, karena gue belom pernah kerja di bidang ini jadi bisa dibilang ini insight baru..
Btw, skrg lg happening kursus atau workshop buat jadi eksportir kyk misalnya export academy idn, dll..
Kira2 ada ketertarikan ga buat nyobain jd eksportir sendiri karena selama ini kan bisa dibilang udah akrab dg dunia ekspor impor ?..hehe..
Nice post!
Untuk jadi eksportir nggak mudah Feb, untuk sekarang belum ada sih tapi nggak tahu di masa depan ya 🙂
Susah ya ternyata kalau memang mau resmi dan juga mengirim dengan skala yang besar, kalau pengalaman ku utk ekspor baju utk dijual online ke Singapura ga serumit itu karena cuma pake paket aja hahaha
Oyaa, ini yang dituliskan ekspor dengan menggunakan kontainer. Kalau misalnya ekspor dengan cara pengiriman barang/produk keluar negeri melalui layanan ekspedisi (fedex, pos, dll) apakah prosesnya sama? Biasanya barang yang dikirim jumlahnya ga sebanyak dengan pengiriman menggunakan kontainer.
Terus, hal apa aja yg berpengaruh pada besarnya biaya ekspor pada sebuah barang…?
Setiap adanya perubahan aturan/sistem memang jadi masalah tersendiri. Mesti melakukan penyesuaian lagi.
Artikel yang menarik sih ini. Lengkap!!
Makasih
Prosesnya pasti hampir sama, tapi untuk detailnya seperti apa aku pun kurang paham. Cuma biasanya kalau pengiriman melalui laut, barangnya akan digabung dengan barang orang lain dan dimasukan ke kontainer juga. Tapi kalau melalui udara sistemnya aku kurang paham ya, soalnya kita hanya diminta dokumen packing list dan invoice saja dan terima beres deh
Untuk biaya ekspor biasanya tergantung negara tujuan, ukuran kontainer, tempat stuffing, biaya di lapangan, dll.
di tiktok juga lagi rame tau tin, tren usaha ekspor, makanya jadi bahasan yang dicari ya soal seluk beluk ekspor ini. Sebagai orang yg udh terjun di dunia ekspor, antin tertarik jadi eksportir juga ga nihhh, hihihii
Untuk saat ini belum kak, karena nggak semudah itu jadi eksportir. Harus punya channel ke luar negeri juga
Banyak juga ya dokumen yang harus disiapkan. Dan ternyata harus ada legalitasnya. Kalo perseorangan yang ngirim butuh apa ya sebagai pengganti legalitas?
Harus undername kak, pinjem nama perusahaan lain yang punya izin
Wawasan baru buat gue yang dari background IT, ternyata sekompleks itu ya prosedur buat ekspor barang ke luar negeri. Tapi, dengan urutan yang jelas dan teliti kaya di atas bakalan jadi gampang ya buat kirim barang ke luar negeri.
Informasi yang bermanfaat juga menjadi sebuah ilmu baru.
Untuk orang yang awam seperti aku di bidang eksport, prosedur yang dipaparkan terdengar cukup ‘ribet’ dan panjang, mungkin karena masih menjadi hal baru dan belum familiar saja.
Dari pengalaman Antin selama bekerja, sudah menangani komoditi apa saja untuk diekapor, ke negara mana rata-ratanya dan berapa biaya ekspor hingga sampai di tahap final.
Keseringan sih ubi dan hasil laut seperti udang dan ikan kak, general cargo juga ada. Paling sering ke Korea dan Jepang. Kalau harga ya tergantung, beda-beda karena banyak faktor yang berpengaruh sama harga
Menurut saya? Ribet tin… 🙂
Tapi wajar sih buat orang yang gak pernah bersinggungan ke suatu hal, diajak ngomong itu, ya kurang nyambung.
Seribet itu ya eksport-import, Antin biasanya dalam sehari itu ngurusin beberapa pengiriman/penerimaan barang Tin? Atau misal dalam sebulan git
Tergantung kak, kalau lagi rame bisa seminggu urus 5 dokumen tapi kalau lagi sepi ya bisa aja selama seminggu nggak ada sama sekali atau cuma satu dokumen aja.
Kadang ya kerjaan itu suka kompak kak, lagi rame ya rame banget, lagi sepi beneran sepi ga ada sama sekali
Sekarang ini banyak UMKM kita yang mulai terjun ke area ekspor. Walau katanya menurut seminar2 atau curhatan orang yang sudah berhasil ekspor itu mudah, namun pada kenyataannya banyak yg mental diawal2 proses, dengan beragam alasan.
Walau menurut aku sekua istilah yang Antin pakai ini sangat asing, namun ulasan Antin sangat membantu sekali bagi para eksportir pemula bagaimana memulai usaha, apa saja yg perlu dipersiapkan, sehingga mengetahui gambaran kasar seputar kendala seperti apa yang akan dihadapinya kelak
Semoga tulisan Antin bisa membantu banyak pihak yang bergelut dj bidang expor yah…
Memang untuk awal² pasti nggak semudah itu kak, mulai dari perizinan sampai mencari buyer (pembeli) produknya tapi kalau sudah ketemu celahnya Insya Alloh mudah
Tulisannyang menarik tentang ekspor.
Kalau pengalaman Dik Antin, apakah ada minimal ekspor, misalkan sekian kilogram?
Bagaimana dengan makanan yang punya masa kadaluarsa pendek, misalkan jenis keripik.
Apakah pernah ada yang ekspor melalui kantor Dik Antin?
Untuk pengiriman melalui udara ada minimalnya mas, kalau misalkan kita kirim di bawah minimal bayarnya tetep harga sesuai minimal
Kalau pengiriman pake kontainer ga ada minimalnya, tapi biasanya dimaksimalin biar terisi penuh. Cuma ada maksimal berat per kontainernya juga
Aku pernah kirim keripik ubi ke Korea dan Jepang. Biar awet kirimnya pakai kontainer reefer mas, yang ada suhunya
Wah bagus kak tulisannya, informatif banget. Aku sebagai orang yg terbiasa nerima dokumennya ekspor dan tagihan dari forwarder jadi tau detailnya deh.
Ohhh jadi proses nya itu panjang banget ya ternyata, disana saya hanya paham satu dokumen PEB nya, kalo saya pribadi, sedikit pengalaman terkait impor barang, karena sedikit beririsan dengan pekerjaan di kantor, yang akrab dengan Pemberitahuan Impor Barang (PIB), kebalikan dari tulisanmu Tin, keren, semoga tulisan tulisan seperti ini semakin banyak
Waaaah… Informasi yang menarik banget. Kalau misalnya kita punya komoditinya, gimana yah bisa nemuin buyer di luar negri? Atau pemasok yang di dalam negri gitu? Luamayan kan yah membantu petani2 kecil di kampung2 gitu.
Untuk mencari buyer aku pun kurang tahu, tapi pernah denger shipper aku tuh mereka sampe ke Jepang dan Korea terus ikut pameran di sana. Sekalian promosiin prosduknya, sekalian nyari calon buyer juga
Kalau untuk pemasok biasanya nyari sampe ke kampung² juga kak, langsung ke petani²nya