Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Hari ini, 29 Mei 2014. Teman saya dari Purwakarta (Teh Dian) dan Surabaya (Hana) khusus datang ke Jakarta. Selain ingin bertemu saya, mereka juga ingin main-main ke Kota Tua.
Pertemuan ini berawal dari obrolan iseng di grup BBM mengenai rencana liburan Hana ke rumah Teh Dian. Karena Hana belum pernah ke Kota Tua, saya pun mengusulkan agar Hana mampir ke Jakarta dan bertemu dengan beberapa teman lainnya.
Satu minggu menjelang hari H, Hana setuju untuk mampir ke Jakarta. Awalnya Hana akan naik kereta langsung dari Surabaya ke Stasiun Jakarta Kota, tapi terlanjur membeli tiket Surabaya ke Purwakarta PP (pulang pergi).
Kalau mau tukar tiket dengan tujuan Surabaya ke Jakarta akan dikenakan biaya tambahan. Untuk menghemat biaya, Hana memutuskan untuk ke Purwakarta terlebih dahulu baru lanjut naik kereta ke Jakarta dari Satsiun Purwakarta.
Sudah ke Purwakarta dulu kayanya kurang lengkap kalau nggak ngajakin Teh Dian ikut serta. Kami pun membujuk Teh Dian untuk ikut Hana ke Purwakarta. Selain Hana ada teman, barang-barang yang Hana bawa juga bisa dibawa suami Teh Dian ke rumahnya. Jadi ke Kota Tua nggak ribet dengan bawaan Hana yang banyak itu.
Hari H yang Penuh Drama
Sabtu, 28 Juni 2014 pukul tiga sore Hana berangkat dari Surabaya. Bukan Hana namanya jika semuanya berjalan mulus-mulus saja. Berangkat dengan terburu-buru, air minum ketinggalan, dan hal konyol lainnya lagi.
Selama diperjalanan, kami menemani Hana dengan mengobrol di grup.
Pukul empat dini hari Hana sampai di Purwakarta, dan janjian dengan Teh Dian untuk langsung naik kereta menuju Jakarta. Ntah mereka naik kereta jam berapa, tapi pukul tujuh pagi grup sudah ramai sekali.
Ternyata sebentar lagi mereka sampai Stasiun Jakarta Kota, sedangkan saya baru bangun dan belum siap-siap. Saya pun bersiap dengan buru-buru.
Pukul delapan pagi mereka sampai. Drama pagi ini belum selesai, lagi-lagi Hana korbannya.
Ketika akan keluar stasiun, petugas menanyakan tiket keretanya. Sedangkan Hana lupa di mana karcisnya, atau malah karcis itu sudah terbuang. Pagi itu, Hana sibuk mencari tiket di tong sampah. Teh Dian bercerita dengan semangatnya, dan kami menertawakannya.
Pukul setengah sembilan pagi saya bertemu mereka di Kota Tua. Sayangnya hari itu semua Museum tutup. Saya lupa kalau tanggal merah keagamaan museum suka tutup.
Karena nggak punya rencana cadangan, kami memutuskan untuk berkeliling di sekitaran Kota Tua saja. Kami juga mencari sosok bapak tua yang kata Kak Ai sering ngamen di Kota Tua. Bapak tersebut memainkan boneka untuk menghibur pengunjung.
Kak Ai ini tinggal di Manado jadi nggak bisa ikut ketemuan. Sosok bapak tua ini sangat berkesan untuk Kak Ai.
Kami menemukan sosok bapak tua tersebut, seperti yang dijelaskan oleh Kak Ai. Bapak tersebut sedang memainkan boneka dengan iringan musik. Hana pun menghampiri bapak tersebut dan mengajak ngobrol.
Hana sempat bertanya apakah bapak ingat ada perempuan kurus dengan rambut pendek yang 2 taun lalu memperhatikan bapak cukup lama. Bapak itu menjawab ingat, tapi ntah benar ingat atau asal bilang ingat saja. Pengunjung Kota Tua kan banyak.
Hana menyampaikan pesan Kak Ai untuk bapak tersebut, tak lupa memberikan beberapa rupiah di tempat yang sudah disediakan. Kami pun melanjutkan keliling sekitar dan mengabadikan momen dengan berfoto.
Hari semakin siang, cacing di perut kami sudah berontak ingin segera diisi. Tak melihat tempat makan yang nyaman, kami memilih makan di KFC saja sekalian ngadem.
Selama menunggu makanan datang, kami berdiskusi akan ke mana lagi. Saya mengusulkan untuk pergi ke Jakarta Bookfair saja, kebetulan malamnya saya bahas Jakarta Bookfair juga di grup.
Drama di Jakarta Bookfair
Setelah makan kami bergegas ke Istora Senayan, lokasi Jakarta Bookfair. Kami naik busway dari Halte Jakarta Kota ke Halte Polda.
Karena Jakarta Bookfair berbarengan dengan Jakcloth, jadi suasana di Istora sangat ramai. Tujuan kami Jakarta Bookfair, jadi kami langsung masuk ke Istora dan mencari Musola.
Di grup, saya sempat membahas bukunya Alitt Susanto yang berjudul Relationshit, karena kebetulan ada di sini. Kami pun mencari buku tersebut, dan bergegas mencari stand Bukune.
Buku sudah di tangan, kami bergegas pulang karena waktu semakin sore. Sesuai janji, saya akan mengantar Teh Dian dan Hana ke pool bus.
Sambil berjalan ke Halte Polda, kami asik mengobrol, dan tiba-tiba sandal Hana putus. Hana panik karena perjalanan masih jauh, untuk sementara sandalnya diberi jarum pentul di bawahnya.
Untungnya pas di tangga penyebrangan ada penjual sandal jepit. Walaupun tak ada ukuran yang pas, tapi setidaknya sandal jepit ini menjadi penyelamat Hana.
Kembali Pulang Dengan Kenangan Seru
Sore itu kami sudah sangat lelah, tapi masih harus transit di Semanggi. Siapa yang tak tahu tangga penyebrangan Semanggi yang super panjang itu, tapi bagaimana lagi.
Ntah kenapa sore itu busway semua penuh, sudah cape berjalan, kami masih harus berdiri di busway. Demi antar Teh Dian dan Hana nih.
Hari semakin sore, kami terburu waktu. Mengejar bus agar sampai di Purwakarta tidak kemalaman.
Sampai di BKN Cawang, saya langsung mengantar mereka ke pool Primajasa. Kami bertanya ke petugas karcis apakah bisa turun di tol, saya lupa KM berapa. Sempat was-was takut nggak bisa berhenti di tempat yang dimau, mana waktu semakin sore, tapi ternyata alhamdulillah bisa.
Saya mengantar mereka sampai masuk bus, kemudian pamit pulang.
Itulah kisah saya dan teman-teman menjelajah Kota Tua dan Jakarta Bookfair. Pertemuan singkat yang sangat berkesan. Dramanya, capenya, keseruannya menjadi kejadian yang tak terlupakan.
Semoga kami bisa berkumpul lagi di lain waktu 🙂
Kalau kalian pernah melakukan perjalanan tak terlupakan dan penuh drama juga kah? cerita dong.
Heemmm…
Aib gw di kupas tuntas yess…
Bagooossss banget lu !
Hagkgkgkggkgkk
Next, kita ke Dufan !!!
Baru segitu han, belum semua hehe
udah iklas aja kan jadi ada kenang-kenangannya han
Yukk ahh ke Dufan kita