Review Buku Terusir Karya Hamka

Buku Terusir adalah buku pertama karya Hamka yang saya baca. Buku yang sukses membuat saya menangis dan sakit hati beberapa hari setelah membacanya. Mungkin terdengar berlebihan, tapi sebagai perempuan saya ikut merasakan sakitnya menjadi tokoh utama di buku ini.

Terusir termasuk buku Hamka yang mematahkan anggapan saya tentang bukunya beliau yang berat dan sulit diterima oleh saya yang suka membaca buku-buku ringan. Nyatanya, walaupun buku ini bukan bacaan yang ringan. Namun masih bisa saya baca dan selesaikan dengan cepat.

Ketika Klub Blogger dan Buku membuat reading challenge dengan tema membaca ulang buku favorit, langsung teringat buku ini. Buku yang sangat berkesan dan salah satu buku favorit saya. Dengan jumlah halaman yang sedikit tapi sangat mengaduk-aduk perasaan, dan sarat akan makna yang mendalam.

Informasi Buku Terusir

Judul : Terusir
Penulis : Hamka
Penyunting : Dharmadi
Desain Sampul : Dede Suryana
Cetak Pertama : Januari 2016
ISBN : 978-602-250-292-0
Penerbit : Gema Insani
Tebal : 132 hlm

Buku Terusir memang terbitan lama, latar waktu dalam buku ini juga sudah sangat lama. Namun, banyak hal yang masih related dengan saat ini.

Blurb Buku Terusir

Mariah, ia Mariah. Ibu sekaligus perempuan halus perasaan dan cantik rupanya ini harus terusir karena sang suami, Azhar, termakan dan menelan fitnah dengan bulat-bulat. Lika-liku kehidupannya yang tak berantah pun dimulai. Mariah harus terusir dari rumah suaminya, kemudian terdampar di Medan hingga terjerembab di dunia gelap dan remang di Jakarta.

Sebuah mahakarya dari Buya Hamka, sang Sastrawan Pujangga Baru. Novel yang akan memainkan dan mencampuradukkan emosi dan perasaan terdalam kita soal cinta, kehilangan, fitnah, permusuhan, dan kasih sayang.

Review Buku Terusir

Buku Terusir bercerita tentang Mariah yang diusir suaminya karena difitnah mertuanya. Ketika Mariah menemani anaknya tidur, tiba-tiba saudara laki-laki suaminya diam-diam masuk ke kamar, dan Azhar, suami Mariah beserta mertua dan saudaranya memergokinya.

Karena hasutan keluarganya, penjelasan Mariah tak diterima Azhar. Saat itu juga Mariah diusir, bahkan di saat anaknya masih terlelap. Memang sejak awal keluarga Azhar tidak menyukai Mariah karena perbedaan level. Azhar dari kalangan bangsawan, sedangkan Mariah hanya kalangan biasa.

Setelah diusir Mariah bingung harus pergi ke mana. Orang tuanya sudah meninggal, dia pun tak memiliki saudara. Kemudian dia pergi ke rumah Pakcik, kawan ayahnya semasa hidup untuk menumpang.

Pakcik menyambutnya dengan baik, tapi berbeda dengan istrinya. Ya walaupun diizinkan tinggal bersama untuk beberapa saat, sampai akhirnya difitnah kembali oleh istri Pakcik. Dia dituduh mengambil gelang emas milik istri Pakcik, dan mengusirnya.

Tanpa perbekalan apapun, Mariah pergi dari rumah Pakcik. Mencari pekerjaan ke sana ke mari, sampai akhirnya bisa bekerja di keluarga Belanda. Majikannya baik dan anak-anak yang diasuhnya sangat menyukainya, teman bekerjanya pun baik. Namun, kadang kala dia masih sering teringat anaknya, Sofyan. Lalu dia bersedih dan menangis.

“Terlalu banyak aliran penghidupan ini yang harus dilalui oleh manusia. Jika hari ini kita memperoleh kenikmatan, belum bisa kita percayai bahwa nikmat itu akan senantiasa kekal kita pegang. Jika hari ini kita sengsara, kita tidak boleh putus harapan menyangka bahwa sengsara itu akan tidak berganti-ganti selamanya dengan kesenangan”. – hal. 36

Penderitaan Mariah tak sampai di situ, ketika majikannya harus pindah dari Medan ke Jakarta dia pun ikut beserta Yasin, tukang kebun di rumah itu. Lalu setelah beberapa tahun di Jakarta keluarga majikannya kembali ke negara asalnya, dan Mariah pun kehilangan tujuan kembali.

Di saat itu pula Yasin meminangnya. awalnya dia menolak, tapi karena tidak punya tujuan hidup akhirnya menerimanya. Sayangnya Yasin tak sebaik yang terlihat. Dia menikahi Mariah dengan tujuan mengambil hartanya, emas dan uang yang Mariah kumpulkan dihabiskan untuk bersenang-senang dengan pelacur.

Dalam setahun hidup bersama Yasin, uang dan emas Mariah habis digadaikan suaminya. Kemudian setelah diceraikan Mariah tinggal di rumah petak, mencoba mencari pekerjaan. Namun seolah semuanya tertutup dan akhirnya dengan terpaksa dia memilih jalan gelap itu, dengan menjadi pelacur.

“Tidaklah cukup kalau hanya perasaan saja yang mengongkong langkah manusia, kalau tidak diiringi oleh pendidikan agama, kesopanan, dan kemulian batin.” – hal. 40

Lantaran kemiskinan, kelaparan, dan penipuan dia harus terjerumus ke lembah hitam. Kini Mariah berganti nama menjadi Neng Sitti. Pelacur baik hati yang sering membagi uangnya kepada janda malang, peminta-minta yang berjalan di hadapan rumahnya, dll. Dia seolah merasakan apa yang diderita orang-orang itu.

Ketika teringat anak dan perlakuan suaminya. Neng Sitti meminum minuman keras untuk melupakannya. Rasa rindu kepada anaknya sedikit terobati, ketika dia membaca surat kabar tentang Tuan Master alias pengacara muda bernama Sofyan beserta sedikit kisahnya. Dia merasa bahagia karena anaknya tumbuh menjadi orang berpendidikan dan terpandang.

Sofyan membuat perusahaannya sendiri di Jakarta. Neng Sitti juga beberapa kali melewati kantornya untuk sekadar melihatnya dari kejauhan. Ingin rasanya berteriak dan memberitahu jika dia adalah ibunya, tapi diurungkannya. Dia tak ingin anaknya tahu jika ibunya seorang pelacur.

Suatu hari, karena suatu kasus dan keadaannya akhirnya Mariah bertemu langsung dengan Sofyan. Kasus apa yang mempertemukan mereka berdua? Dan apakah Sofyan akan tahu jika Neng Sitti adalah ibunya?

Ah kamu harus baca sendiri untuk tahu akhir dari kisah Mariah / Neng Sitti ini.

Opini Pribadi Tentang Buku Terusir

Jujur pertama kali baca masih bingung ini alurnya akan bagaimana, apalagi cerita awal langsung berupa surat Mariah untuk suaminya. Saya sampai mengulang untuk paham maksudnya bagaimana, tapi setelah itu saya hanyut dalam kisah Mariah.

Hamka membuat pembaca merasakan sakitnya Mariah, saya seolah di situ dan melihat langsung kepedihan sang tokoh utama. Mungkin karena saya juga seorang perempuan, saya jadi ikut membayangkan bagaimana jika di posisi itu.

Sang tokoh utama benar-benar nggak ada bahagia-bahagianya, rasa sakit dan penghianatan seakan berteman baik dengannya. Saya hanya bisa berdoa jika di dunia nyata ada sosok seperti Mariah, semoga saja tidak menghabisi nyawanya sendiri karena kekejaman dunia.

Saya merasa beruntung secara tidak sengaja meminjam buku Terusir ini, banyak hal yang saya pelajari dari buku ini. Salah satunya adalah sebagai perempuan kita tidak boleh bergantung hidup kepada orang lain, harus bisa berdiri sendiri. Oleh sebab itu, perempuan juga berhak mendapatkan pendidikan tinggi, mengejar karir, dan memiliki penghasilan sendiri.

Pada zaman Mariah, perempuan memang terasa begitu tertindas. Tidak mendapatkan pendidikan yang baik, tidak bisa bekerja, hanya berada di rumah dan bergantung dengan suaminya. Beruntunglah perempuan-perempuan zaman sekarang yang tetap bisa mendapatkan pendidikan yang baik dan karir yang bagus, walaupun sudah memiliki suami. Hal-hal yang sepatutnya kita syukuri dan manfaatkan dengan baik.

Berharap sekali ke depannya tidak ada lagi kisah Mariah-Mariah lainnya. Nah, untuk kamu yang lagi mencari bacaan ringan namun sarat makna, kamu bisa baca buku Terusir ataupun buku karya Hamka lainnya seperti Merantau ke Deli dan Di Dalam Lembah Kehidupan.

Selamat membaca 🙂

Tinggalkan komentar