Ibu Pembaca Sajak di Bus Kota

Hari ini saya bertemu kembali dengan ibu itu, ibu pembaca sajak di bus kota. Usianya yang tak muda lagi tak menyurutkan ia untuk mencari rezeki. Membacakan sajak, menyapa penumpang bus, dan bercerita tentang kisahnya.

Ia seorang ibu yang membesarkan anak perempuannya seorang diri. Suaminya pergi dan menikah lagi dengan perempuan lain ketika anaknya baru berusia 3 tahun. Walaupun sering bertemu dan ia selalu menceritakan kisah yang sama, tapi saya tak pernah bosan. Tutur bahasanya yang sopan dan sikapnya yang sangat ramah membuat penumpang bus terbius olehnya.

Ia selalu terlihat bersemangat ketika bercerita anaknya saat ini sedang kuliah, dan biayanya hasil ia membaca sajak di bus kota. Untuk orang tua, bisa menyekolahkan anaknya bahkan sampai kuliah adalah suatu kebahagian dan kebanggaan tersendiri. Apalagi jika dilakukan seorang diri, benar-benar perjuangan seorang ibu yang luar biasa. Melupakan rasa lelahnya berpindah dari satu bus ke bus lain demi sang anak.

Saya bertemu pertama kali dengan ibu ini ketika anaknya masih semester 4, dan tahun ini anaknya lulus S1. Dengan bangga ibu itu bercerita, saya pun terharu karena mengikuti perjalanan anaknya sampai lulus. Jadi berapa lama saya bertemu dengan ibu ini? Ya walaupun tak setiap hari. Namun, untuk kamu penumpang bus kota 57 atau 45 pasti sering bertemu dengan ibu pembaca sajak ini. Karena hampir setiap hari ia membaca sajak di bus kota 57 dan 45.

Di antara beragamnya orang yang mencari nafkah di bus kota, dari mulai menyanyi, berjualan, bahkan ada yang menyilet-nyilet lidah atau tangannya. Ibu ini memang berbeda dan mencuri perhatian, selain membacakan sajaknya dengan baik. Tutur katanya yang sopan dan sikapnya yang selalu ramah, menyapa penumpang dengan senyum hangatnya. Sikapnya yang seperti itulah yang membuat saya segan jika tidak membantunya. Ntahlah, jika bertemu dengannya rasanya tak mungkin jika tidak memberikan sedikit rezeki untuknya.

Bisa dibilang caranya bersikap seolah hipnotis yang membuat saya tak sungkan memberikannya sedikit uang yang saya punya. Mungkin itu juga berlaku untuk setiap orang yang bertemu dengannya. Kadang saya berpikir sepertinya ibu itu bukan orang sembarangan, karena caranya berbicara begitu berbeda. Kata-katanya baku dan sangat tertata dengan baik.

Ketika melihat ibu ini, kadang saya berpikir kok anaknya tega membiarkan ibunya berusaha sampai segininya. Tak bisakah dia kuliah sambil bekerja, seperti yang saya lakukan. Tak bisakah dia mencoba bicara dengan ibunya agar dia saja yang bekerja. Melihatnya berpindah-pindah dari satu bus ke bus lain, belum lagi bisa saja bertemu dengan orang yang kurang baik. Memikirkan hal-hal itu kadang membuat saya kasihan kepada ibu itu.

Namun saya tak tahu kehidupan dia sebenarnya seperti apa, yang saya lihat dan dengar hanya dari ucapannya beberapa menit saja. Sangat tak etis rasanya mengomentari seperti itu ya, tapi ya namanya manusia pasti akan ada saja fikiran negativ seperti itu. Bukan begitu?

Apalagi ketika melihat ibu itu saya jadi teringat Mamah di rumah. Ia juga seorang ibu tangguh yang membesarkan saya seorang diri sejak kecil. Namun saya tak pernah tega melihatnya harus bekerja terlalu keras.

Ya saya hanya berharap anak ibu itu bisa berbakti dan membahagiakan ibunya. Bisa mendapatkan pekerjaan yang baik, agar sang ibu tak perlu lagi membaca sajak di bus kota.

Teruntuk kamu, yang kuliahnya masih dibiayai orang tua. Tolonglah belajar dan kuliah yang benar, jangan main-main dan lulus tepat waktu. Hargai kerja keras orang tuamu.

Curhatan ini sudah lama saya tulis mungkin sekitar tahun 2015, tapi hanya berakhir menjadi draft. Kemudian beberapa waktu lalu sempat membersihkan beberapa data di laptop dan menenukan kembali draft ini. Ntah kenapa rasanya ingin mengabadikan curhatan ini di diantin.com.

Satu hal yang saya pelajari dari kisah Ibu pembaca sajak tersebut adalah pantang menyerah dengan keadaan. Saya juga merasakan begitu besarnya kasih sayang seorang ibu. Ya memang seorang ibu sangat luar biasa, apapun akan dilakukan untuk anaknya.

Terima kasih teruntuk semua Ibu hebat 🙂

16 pemikiran pada “Ibu Pembaca Sajak di Bus Kota”

  1. Rasanya trenyuh ya, kalau lihat sendiri perjalanan hidup orang, khususnya yang seperti ini..
    Dan bahkan sekitar 10 tahun belakangan ini bertambah seperti badut di jalan yg membawa anak, ondel2 yang membawa anak2 kecil, manusia silver, dll..
    Berita bagusnya, gw sendiri udah jarang lihat yang nyilet2 tangan atw meminta dengan nada mengancam di bus kota..
    Terakhir gw perhatiin ini, sekitar 7 th yang lalu pas lagi naik bus kota..
    Sekarang udh bs dibilang ga pernah naik bus kota lagi, semenjak pilihan moda transportasi lebih bervariasi..

    Balas
  2. Bagi mereka yang sehari-hari menggunakan bus untuk aktivitasnya tanpa disadari akan membentuk keterikatan dengan sesama pengguna bus lainnya. Hampir setiap hari ketemu di waktu yang sama tentu akan membuat mereka saling tahu, meskipun tidak mengenalnya. Atau bahkan mengetahui namanya. Sedikit menciptakan keterikatan di antara mereka.

    Membacakan syair di dalam bus memang tergolong langka. Aku belum pernah menemui hal seperti ini. Biasanya seorang-dua orang pengamen yang selalu menutup penampilannya dengan doa untuk penumpang agar bisa selamat sampai tujuan.

    Sungguh luar biasa ibu-ibu itu 🙂

    Balas
    • Kreatif yaa nyari nafkahnya dan pasti rasa bangga, haru nya ibu akan keberhasilanbya gak habis habis.

      Tuhan memang baik, selalu beri kecukupan utk org yang mau usaha

      Balas
  3. Mungkin anaknya sudah minta ibunya berhenti, tapi ibunya yg bersikeras lanjut dan paksa anaknya untuk serius belajar tanpa mikirin ibunya..

    Balas
  4. Perjuangan ibu yang sangat luar biasa, selagi halal dan tidak merugikan orang lain, sungguh tidak ada alasan untuk diberi apresiasi. Sampai saat ini masih suka sedih karena belum bisa membahagiakan kedua orang tua khususnya Ibu.

    Balas
  5. Peribahasa Kasih Ibu Sepanjang Masa, related banget jadinya waktu baca cerita ini.
    Sangat setuju dengan kasih sayang ibu itu tiada duanya, tiada gantinya, tiada dapat dibandingkan.
    Mereka para ibu, perempuan istimewa yang diciptakan dengan segala kekuatannya. Bagi seorang ibu, kasih dan tanggungjawabnya kepada anak diatas segalanya, meski ada pula seorang ayah yang dapat begitu pula. Hebatnya juga mereka para ibu akan selalu rela berkorban jiwa dan raga.
    Salam cinta untuk semua para ibu baik dan bertanggungjawab. Semoga mereka semua akan selalu disayangi dan dilindungi oleh Sang Maha Cinta.

    Balas
    • emang yaa, jarang atau bahkan sulit ya nemuin pembaca sajak, biasanya ya nyanyi, atau musikalisasi puisi, ya mirip sih ya Sama pembaca sajak, tapi jaraaannggg banget nemuinnya! Kasih ibu emang sepanjang hayat ya. Paham, cita2 ibu nya yang mau usaha keras buat nyekolahin anak nya sampe “tinggi” Sama Kaya mamakku yg tinggal nya di kampung Dan dulu (banget) cuma jadi buruh sawah orang. Pendidikan itu Salah Satu kunci penting buat perubahan hidup, diiringi Sama kerja keras, usaha Dan doa. Btw, negatif ya antiiiinnnn bukan negativ, wqwq

      Balas
  6. Sangat menarik mendengar kisah dari banyak orang, termasuk ibu pembaca sajak ini. perjuangan seorang ibu memang tak pernah mati walau kondisi sesulit apapun. Terselip doa agar sang anak bener-bener bisa membahagiakan ibunya ya, hiks

    Balas
  7. Kasih ibu sepanjang masa. Salut banget sama kisah2 perjuangan seorang ibu yang selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anak2nya. Rela melakukan hal2 yang terkadang diluar ekspektasi kita.
    Proud buat para ibu2 semua😘😘

    Balas
  8. Bis 57, Kopaja jurusan Blok M-Cililitan nih kalau gak salah.
    Kalau zaman sekarang, bus di Jakarta mayoritas sudah Transjakarta, gak ada lagi yang pamer nyilet-nyilet lidah.
    BTW, kasih Ibu memang sepanjang hayat….

    Balas
  9. Antin tulisanny makin rapih dan enak banget dibacanya. Iya yah, gak etis rasany menghakimi anak si ibu. Tp jujur aku pun gemas sbg yg sempat kuliah sambil kerja 🙂

    Tapi memang banyak hal yang kita nggak tahu 🙂

    Balas
  10. Seringnya sedih sih, kalo liat kayak gini. Dulu akupun pernah ketemu ibu-ibu yang mirip juga nasibnya di emperan mesjid sunda kelapa.
    Tapi makin kesini, suudzon kita lebih kuat daripada keikhlasan hati. jadinya yhaaa, akhirnya lebih banyak males bantu nya dan mikir yang engga-engga. Heu

    Balas

Tinggalkan komentar