Bali bukan hanya memiliki tempat wisata yang indah, Bali juga terkenal dengan budayanya yang sampai saat ini masih terjaga. Jujur saya tidak banyak tahu tentang Bali, bahkan berkunjung ke Pulau Dewata pun belum pernah.
Kalau tempat wisatanya tak usah diragukan lagi lah ya, dari sosial media teman-teman saja sudah bisa tahu banyaknya tempat wisata indah di Bali. Namun untuk budaya Bali, sedikit-sedikit saya tahu dari buku. Salah satu buku berlatar tempat di Bali adalah The Boy I Knew From YouTube Karya Suarcani salah satu buku Young Adult yang menurut saya harus kamu baca karena mengangkat tema bullying.
Tarian Bumi, buku terakhir yang saya baca juga berlatar di Bali. Bahkan mengangkat banyak tentang budaya Bali. Awalnya, ketika melihat nama penulisnya, saya kira buku ini berat dan bukan genre yang biasa saya baca. Ternyata saya salah, buku Tarian Bumi ternyata asik dan saya sangat menikmati ketika membacanya.
Informasi Buku Tarian Bumi
Judul : Tarian Bumi
Penulis : Oka Rusmini
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Desain Cover : Fandy Dwimarjaya
Setting : Ryan Pradana
ISBN : 978-602-03-3915-3
Jika lihat dari informasi bukunya, buku Tarian Bumi cetak pertama kali tahun 2007. Sudah cukup lama, berasa ke mana saja sih Antin nggak tahu ada buku bagus begini. Namun tak ada kata terlambat bukan, karena membaca pun berproses.
Review Buku Tarian Bumi
Kisah awal dalam buku ini bercerita tentang Luh Sari yang senang mendapatkan banyak hadiah dari lomba membaca cerpen cepat di sekolahnya. Ia bercerita dengan semangat kepada ibunya, Telaga.
Di tengah percakapan mereka, Telaga menanyakan kepada Sari.
“Apa yang Sari inginkan?” Telaga mencium pipi anaknya hati-hati.
“Sari akan belajar dengan baik, Meme. Kalau Sari besar nanti, kita tinggalkan Odah (Nenek). Meme bisa hidup dengan Sari. Sari bisa membuatkan Meme rumah yang bagus. Ada tamannya, Meme bisa menanam bunga-bunga sampai muntah. Meme bisa …” Luh Sari terus mengemukakan keingan-keinginannya.
Jawaban Luh Sari membuat Telaga mengingat masa lalunya. Tentang masa remajanya sebagai penari Oleg, dan tentang ia yang banyak diatur oleh sang ibu, Jero Kenanga (Luh Sekar).
Telaga lahir dari kasta Brahmana, ia juga memiliki seluruh kecantikan para perempuan di desa. Banyak teman-temannya yang iri pada Telaga.
“Tugeg harus jadi perempuan paling cantik di griya ini. Tugeg adalah harapan Meme. Pada Tugeg, menyerahkan hidup. Makanya, Tugeg harus bisa jaga diri. Tugeg harus …” suara perempuan yang meminjamkan rahimnya hampir sepuluh bulan itu selalu membuat Telaga bergidik. Caranya merawat, caranya memberi nasihat. Perjuangan perempuan itu benar-benar membuat Telaga takut.
Ibu Telaga memang bukan seorang bangsawan. Ibu telaga adalah perempuan Sudra yang disunting oleh laki-laki Brahmana. Jadi sikapnya selalu terlalu keras dan menginginkan Telaga selalu menuruti keinginannya
Kemudian cerita bergilir ke Luh Sekar. Bagaimana menderitanya ia menikah dengan laki-laki Brahmana yang aneh. Bisa tidak pulang berbulan-bulan, kalau di rumah kerjanya hanya metajen, adu ayam, atau duduk-duduk bersama berandalan sambil meminum tuak.
“Kebahagian itu sulit digambarkan. Juga tidak bisa diucapkan. Kadang-kadang sesuatu yang tidak bernilai bisa membuat kita tentram, lalu beberapa detik kemudian terenggut lagi.” hal. 170
Belum lagi mertuanya yang selalu menyalahkan dan menghancurkan harga dirinnya sebagai perempuan. Padahal anaknya yang selalu membuat onar, tapi menantunya yang sering disalahkan.
“Ternyata kau tak bisa menjaga anakku.” Hal. 14
Namun kerasnya sang ibu mertua bukan tanpa sebab, hal tersebut karena kekecewaannya pada suami dan anaknya. Ia merasa dikhianati karena suaminya memiliki simpanan dari kasta Sudra dan anaknya memilih menikahi kasta Sudra juga, bukan kasta Brahmana seperti dirinya.
“Kalau kau jatuh cinta pada seorang laki-laki, kau harus mengumpulkan beratus-ratus pertanyaan yang harus kau simpan. Jangan pernah ada orang lain tahu bahwa kau sedangan menguji dirimu apakah kau memiliki cinta yang sesungguhnya atau sebaliknya. Bila kau bisa menjawab beratus-ratus pertanyaan itu, kau mulai memasuki tahap berikutnya. Apa untungnya laki-laki itu untukmu? Kau harus berani menjawabnya. Kau harus yakin dengan kesimpulan-kesimpulan yang kau munculkan sendiri. Setelah itu, endapkan! Biarkan jawaban-jawaban dari ratusan pertanyaanmu itu menguasai otakmu. Jangan pernah menikah hanya karena kebutuhan atau dipaksa oleh sistem. Menikahlah kau dengan laki-laki yang mampu memberikanmu ketenangan, cinta, dan kasih. Yakinkan dirimu bahwa kau memang memerlukan laki-laki itu dalam hidupmu. Kalau kau tak yakin, jangan coba-coba mengambil resiko.” Hal. 18
Nasihat Tuniang pada Telaga memang benar adanya, saya setuju. Menikah itu tidak bisa sembarangan, banyak yang harus dipikirkan. Ya walaupun memang jodoh di tangan Tuhan ya.
Dalam buku ini juga diceritakan bagaimana kisah Luh Sekar saat menjadi primadona dalam grup joged, sampai bisa dipersunting Ida Bagus Ngurah Pidada, dan memiliki anak. Di buku ini juga menceritakan tentang kisah ibunya Luh Sekar.
Kemudian cerita bergulir lagi ke kehidupan Telaga setelah dewasa, ketika ia mencintai laki-laki dari kaum Sudra bernama Wayan Sasmitha, dan berakhir menikah.
Telaga, perempuan dari Brahmana yang menikah dengan laki-laki Sudra. Ia harus merelakan semua kemewahannya dan hidup sederhana mengikuti suaminya. Belum lagi kepercayaan di masyarakat yang mengatakan hubungan mereka akan membawa sial. Bagaimanakah Telaga menjalani semua itu? Kamu cari tahu sendiri dengan membaca bukunya ya.
“Karena hidupku selalu sial, aku ingin bertaruh pada diriku sendiri. Aku ingin menaklukkan hidupku. Hidup bagiku adalah pertarungan yang tidak pernah selesai. Tidak akan pernah habis selama aku masih hidup. Aku harus jadi pemenang. Sebelum mengalahkan hidup, aku tidak ingin mati!” hal. 43
Opini Pribadi Tentang Buku Tarian Bumi
Buku Tarian Bumi menjadi buku pertama karya Oka Rusmini yang saya baca. Nama besar Oka Rusmini sudah tak usah diragukan lagi, banyak buku-buku best saller yang sukses di pasaran.
Buku ini bercerita tentang kehidupan perempuan di kalangan bangsawan Bali. Tentang kedudukan perempuan dalam masyarakat, beban diskriminasi kasta, dan seksualitas.
Jujur, membaca buku ini tuh bikin saya ikut miris. Tokoh perempuan dalam buku ini seolah tak ada yang beruntung. Mereka menjalani kehidupan berat yang berbenturan dengan adat. Sosok perempuan digambarkan bukan hanya harus bisa mengurus rumah, tapi harus mampu menjadi tulang punggung keluarga juga.
“Carilah perempuan yang mandiri dan mendatangkan uang. Itu kuncinya agar hidup laki-laki bisa makmur, bisa tenang. Perempuan tidak menuntut apa-apa. Mereka cuma perlu kasih sayang, cinta, dan perhatian. Kalau itu sudah bisa kita penuhi, mereka tak akan cerewet. Puji-puji saja mereka. Lebih sering bohong lebih baik. Mereka menyukainya. Itulah ketololan perempuan. Tapi ketika berhadapan dengan mereka, mainkanlah peran pengabdian, hamba mereka. Pada saat seperti itu perempuan akan menghargai kita. Melayani kita tanpa kita minta.” hal. 32
Ketika membaca kalimat di atas, saya sempat terdiam. Sebagai perempuan, jujur kalimat di atas cukup kasar untuk dibaca ya. Namun ada benarnya juga, perempuan memang butuh kasih sayang dan perhatian, tapi bukan berarti harus dibohongi dan diperlakukan seperti itu.
Karena di buku Tarian Bumi lebih banyak membahas tentang penderian dan ketangguhan perempuan Bali, maka kamu akan sering menahan napas ketika membacanya.
“Perempuan Bali itu, Luh, perempuan yang tidak terbiasa mengeluarkan keluhan. Mereka lebih memilih berpeluh. Hanya dengan cara itu mereka sadar dan tahu bahwa mereka masih hidup, dan harus tetap hidup. Keringat mereka adalah api. Dari keringat itulah asap dapur bisa tetap terjaga. Mereka tidak hanya menyusui anak yang lahir dari tubuh mereka. Mereka pun menyusui laki-laki. Menyusui hidup itu sendiri.” Hal. 25
Terlepas dari itu semua, dengan membaca buku Tarian Bumi saya jadi tahu beberapa istilah bali seperti Tari Oleg, sebuah tari tentang nikmatnya merakit sebuah percintaan. Tari tentang keindahan cinta laki-laki dan perempuan.
Saya juga jadi tahu tentang kasta-kasta yang ada di Bali seperti Kasta Brahmana, kasta tertinggi dalam struktur masyarakat Bali. Biasanya nama perempuan untuk kasta Brahmana diawali dengan Dayu (Ida Ayu), sedangkan untuk laki-laki Ida Bagus. Ada juga kasta Ksatria, Waisya, dan Sudra (kasta paling rendah, yang menjadi pelayan bagi ketiga kasta lainnya)
Untuk tempat tinggalnya pun berbeda, tergantung kastanya. Griya adalah rumah tempat tinggal kasta Brahmana, sedangkan Puri untuk tempat tinggal kasta Ksatria.
Dengan adanya perbedaan kasta ini membuat beberapa aturan menjadi menyakitkan untuk beberapa pihak. Contohnya saat ibunya Luh Sekar meninggal, ia tidak boleh menyentuh mayatnya. Ia juga tidak boleh memandikan dan menyembah tubuh ibunya. Karena sebagai keluarga Griya, Luh Sekar duduk di tempat yang tinggi sehingga bisa menyaksikan jalannya upacara dengan lengkap.
Bahkan untuk menangisinya saja, Luh Sekar tak boleh berlebihan. Mertuanya berkata seorang perempuan bangsawan harus bisa mengontrol emosi serta menunjukan wibawa dan ketenangan. Ketika membaca bagian ini, saya ikut merasakan sakitnya menjadi Luh Sekar. Jadi membayangkan bagaimana sakitnya jika berada di posisi Luh Sekar.
Oh ya, satu lagi yang menarik, yaitu nyentanain. Yang artinya kawin dengan seorang perempuan yang telah dijadikan sentana (ahli waris), maka perempuan tersebut berkuasa di rumah. Dalam hal yang demikian pihak perempuan yang meminta laki-laki. Karena peraturan adat dibalikkan, maka pihak perempuan dipandang sebagai laki-laki, yang lelaki sebagai perempuan.
Hal tersebut terjadi kepada Ida Bagus Tugur dan Ida Ayu Sagra Pidada (Nenek dan Kakek Telaga). Jadi, Ida Bagus Tugus tak memiliki kuasa di rumah. Istrinya lah yang memiliki kuasa di rumah.
“Di dalam hidup ini kita sering menginginkan peran orang lain. Kita selalu merasa dengan menjadi orang lain kehidupan jadi lebih mudah. Nyatanya? bermimpi untuk jadi orang lain justru membuat kita semakin menyulitkan diri kita dan membenci peran yang kita mainkan, yang sudah jadi hak kita. Kita tidak bisa menukar peran.” hal. 135
Buku Tarian Bumi memang cukup menguras emosi, apalagi jika kamu seorang perempuan. Namun menurut saya, buku Tarian Bumi sangat layak untuk dibaca. Banyak hal yang bisa dipelajari dari buku ini.
Satu hal yang membuat saya lama membaca buku Tarian Bumi karena terlalu banyak tokoh dengan masalahnya masing-masing. Saya jadi teringat buku Cantik Itu Luka, banyak tokoh dengan konflik masing-masing namun masih saling terkait.
Salut banget sih sama penulisnya, buku dengan 176 halaman tapi setiap tokohnya semua kuat. Ya walaupun Telaga sang tokoh utama, tapi tokoh lainnya pun menonjol. Setelah membaca buku Tarian Bumi, saya jadi penasaran dengan buku-buku lain karya Oka Rusmini. Jika kamu penggemar Oka Rusmini, boleh dong rekomendasikan buku lainnya yang harus Antin baca juga.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin memberikan kalimat bagus yang saya temukan di buku Tarian Bumi. Kata-kata penuh nasihat yang relate untuk siapa saja seperti ini:
“Manusia hidup memiliki keinginan, memiliki mimpi. Itulah yang menandakan manusia itu hidup. Batu juga memiliki keinginan. Dalam kediamannya dia mengandung seluruh rahasia kehidupan ini.” hal. 85
“Kebahagian itu tidak memiliki pakem. Tidak ada kriteria idealnya. Setiap orang memiliki warnanya yang berbeda, yang dia dapatkan dari pengalaman hidup. Hidupmu mungkin penuh warna, tapi tetap akan berbeda dengan warna anakmu. Itu yang harus kau sadari.” hal. 126
Untuk kamu yang bosan membaca buku romantis tapi nggak mau baca yang berat-berat, buku Tarian Bumi ini pas sekali. Bahasanya ringan dan tidak terlalu tebal.
Selamat membaca dan mengenal budaya Bali 😀
Baca juga:
- Corat-coret di Toilet Karya Eka Kurniawan
- Merantau ke Deli Karya Hamka
- Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
- Confessions Karya Minato Kanae
- Rempah Rindu Karya Gina Maftuhah Dkk
- Di Dalam Lembah Kehidupan Karya Buya Hamka
- Review Buku The Architecture Of Love Karya Ika Natassa
- Our Hope Karya Inesia Pratiwi
Kalo kasta Dalit juga dikenal atau dianut dalam budaya Hindu – Bali seperti layaknya Hindu di India yang mengenal kasta Dalit tersebut setelah kasta Sudra, mungkin kasta Dalit ini juga bakal ikut diceritain di dalem novel ini yah..
Yang mungkin aja akan menambah kompleksitas dan kegetiran yang dirasain para pembacanya setelah paham gmn kasta yg satu ini 🙂
Aku sempet bahas buku ini sama teman, eh dia cerita tentang kasta Dalit ini. Jujur lebih sedih sih dengernya, kaya lebih kejam gitu perlakuannya. Mungkin kalau di Indonesia nggak akan sekejam itu nggak sih?
Kalo Hindu Bali serupa sama Hindu India, menurut gw mungkin aja akan sama kejamnya memperlakukan kasta Dalit..
Alesan gw karena orang – orang Hindu di India ngelakuin hal – hal “kayak gitu” ke kasta Dalit karena percaya orang – orang yang lahir di keluarga berkasta Dalit itu di kehidupan sebelumnya adalah orang – orang yang jahat, yang bereinkarnasi untuk menjalani hukuman atas kehidupan yang sebelumnya..
Tapi Hindu Bali (Sanata Darma), ngga bisa dibilang serupa, jadi ya untungnya ngga ada fenomena yang kayak gitu..hehe.
Oh gitu, makanya kasta Dalit diperlakukan kaya gitu. Tapi tetep kasihan sih ya, dulunya jahat pas reinkarsani kan belum tentu jahat lagi. Terus orang bisa tahu kalau dia kasta Dalit itu gimana sih? apakah berdasarkan garis keturunannya juga kaya di Bali?
Jadi penasaran sama cerita kasta Dalit aku tuh, ada bukunya nggak sih Feb?
Aku sudah pernah baca beberapa karya sastra (cerpen dan novel) tentang kritik sosial pengkastaan dengan latar Bali. Tapi baru dari tulisan ini aku tahu ada novel tentang kasta dari kacamata perempuan. Menjadi perempuan kasta sudra memang sulit ya. Apalagi menikah dengan laki-laki kasta brahmana, seperti ibunya Telaga
Iya kak, banyak tekanan. Harus kuat-kuat mental
Selalu bagus, menarik dan lengkap sekali ulasan buku yang Antin buat. Keren bangettt. Love it.
Mampu membuat aku jadi berencana bergerak untuk mau mengatasi rasa dahaga dari rasa penasaran yang tercipta.
Bikin tambah menariknya juga adalah bahwa isi buku mengupas pula tentang kehidupan juga dunia pernikahan itu sendiri serta seluk beluknya. Racun rasanya untuk aku hehehe😅😂🤣
Btw, buku ini bisa juga ditemukan dan dibeli secara online ya atau kita perlu meluncur dulu ke toko buku…
Aku dapet buku ini hadiah kupat kak, jadi kurang tahu kalau offline masih ada atau nggak, tapi kalau di online aku cek masih ada yang jual kok
Seorang perempuan Sudra dinikasih oleh lelaki Brahmana. Cinta dan liku-liku hehe… Ini menarik euy, Ntin! Seru banget baca reviewnya. Makasih ya.
Aku suka dengan buku yang mengambil budaya dan keadaan sosial dalam latarnya. Butuh riset yang mendalam untuk mendapatkan kelengkapan ceritanya.
Sistem kasta masih berlaku di beberapa daerah di indonesia. Oyaa kalau di bali, misalnya seorang kaum brahmana menikah dengan kaum sudra, apakah gelar bangsawannya akan lepas dan menjadi bagian dari rakyat biasa. Bukan bangsawan lagi…?
Kemudian untuk namanya akan mengalami perubahan…? Seperti di aceh, gelar perempuan keturunan bangsawan (namanya pakai cut) akan hilang jika dia menikah dengan lelaki dari kalangan rakyat biasa.. jadi nama “Cut”-nya tidak bisa dipakai lagi dan jadi kalangan rakyat biasa.
Ulasan yang menarik. Aku suka..!!
Betul sekali mas, kalau kaum Brahmana menikah dengan kaum Sudra gelar bangsawannya jadi lepas. Untuk melepaskannya pun harus melalui prosesi adat gitu.
Buku nya berisi sekali kak, sekalian bisa belajar tentang kebudayaan Bali. Adat istiadat dan budaya nya masih sangat kental banget ya kak, aku juga miris baca beberapa percakapan yang kak Antin tulis. Tapi mereka tumbuh menjadi perempuan yang pemberani dan tangguh ya, walaupun banyak penderitaan yang harus mereka jalanin di belakang nya
Memang tidak ada yang bisa ngalahin Antin kalo sudah Review Buku, walau baru baca review nya, saya kog miris ya, ingin menyalahkan, tapi kalo mau jujur ada benarnya juga (Hal 32)
Kirain bukunya akan banyak membahas soal tari tarian, ternyata gak sekecil itu ya. Justru banyak soal budaya dan konflik di dalamnya
Saya coba memahami review Tarian Buminya Oka Rusmini dalam konteks sosial budaya. Bagi pelaku budaya, hal tersebut adalah ‘lumrah’ namun mungkin bagi kita yang tidak termasuk di lingkiran terdekat dari sosial budaya tsb. Apa yang dialami Telaga dan tokoh-tokoh di buku tersebut, cukup membuat kita ‘ berfikir keras’ tentang keadilan dll… So, begitulah suatu budaya, dari sisi mana kita melihat nya. Mungkin ‘terlepas’ dari norma umum… Tidak sekedar baik buruk atau benar salah. Thanks kak antin untuk review nya secara sangat humanis.
Antin kalo review buku emang lengkap banget sih. Konflik dibukunya macam-macam. Awalnya mengira apa dari covernya, tapi ternyata macam-macam.
Sepertinya akan aku jadiin list bacaan. Menarik sekali soalnya. Sudah lama follow Oka Rusmini, tapi blm pernah baca bukunya. Tararengkyuh Antin udah mengulas buku ini❤️
Gila juga ya konfilik di dalam buku ini, apalagi sampe ada kata-kata kasar yang dalem banget. Dari reviewnya aja udah dalem banget keknya, jadi penasaran sama buku Tarian Bumi ini.
Dan semoga ada di BBW Jakarta ni bukunya hehe
Aku udah lamaaaa banget enggak baca novel, dan melihat ulasan dari Antin rasanya hati jadi tergerak ya buat membacanya apalagi novel ini tentang perempuan dan kehidupan, deep banget…
Huaaa Kak Antin emang juaranya sih kalau soal review buku. Kak aku suka novel yang seperti ini, banyak informasi yang kita peroleh walau dia masuknya novel. Well aku pribadi jadi capture beberapa bagian dan pengen kupost di IGs hehe. Sepertinya ini akan menjadi salah satu buku yang akan aku baca
Yap, banyak banget informasi yang aku dapet dari buku ini. Benar-benar recommended deh buku ini, harus baca kak
Waah mantep nih kayaknya. Mana cuma 170an halaman. Nggak terlalu banyak ya? Trus ini temanya bagus sih tentang budaya keluarga di Bali. Mantep sih. Wishlist banget
Aku juga pernah baca salah satu bukunya Oka Rusmini, bener-bener dalem tulisannya. Tapi buku yang ini belum sih, dari ulasan nya kak Antin seperti nya menarik untuk aku baca. jadi penasaran. Btw, aku suka banget cover artikel nya, jadi lebih jelas dan berwarna hehe
kutipan dari hal. 32 cukup menohok dan bikin tersinggung sih mba, kalo aku ya.. bener-bener frontal banget jleb gitu
Baca seksama nih reviewnya. Btw benar nggak sih kalau perempuan Bali itu pekerja di banding kaum laki – lakinya? Kisah ini sebab dan akibat ada ya, pun rasanya kok ya nggak gitu – gitu amat ya tiap hari dapat pujian kalau aku banting tulang ya ogah! Ha ha ha pembaca emosi nih
Iya Kak, perempuan Bali bukan hanya ibu rumah tangga tapi ada juga yang jadi tulang punggung keluarga. Pokoknya harus serba bisa, di rumah dan cari uang
Keren reviewnya, keren juga bukunya. Kita bisa tahu dinamika kehidupan masyarakat Bali dengan ada istiadatnya. Terima kasih sharingnya mbak
Pedih kalau tahu apa yang terjadi dengan para kasta terendah di Hindu; hidup seolah tak akan pernah adil selamanya
Oka Rusmini menggambarkannya dengan pas, dan quote yang ia buat dahsyat, tajam menusuk hingga relung hati…
tksh Antin, sudah mengulas dengan detail
Aku belum pernah baca buku2 nya Oka Rusmini, tapi setelah baca review nya tarian bumi jadi penasaran pengen baca buku nya lebih lanjut.
Jadi penasaran, apa nenek Telaga sebetulnya ingin menempa menantunya supaya lebih kuat, dengan caranya sendiri, ya. Seperti di Crazy Rich Asian, (calon) ibu mertua beranggapan kalau dia saja yang sudah sederajat masih harus susah payah berjuang, gimana dengan menantunya yang beda kelas?
Sayangnya berbeda dengan cerita di buku Crazy Rick Asian kak
Melalui buku Tarian Bumi ini menyampaikan sisi lain dari Bali. Bahwa tak hanya keindahan alam dan ragam wisata saja. Ada ke khasan tersendiri yg membawa pembaca sedikit banyak memahami adat dan budaya patriaki di Bali
Konflik yang menarik untuk diikuti, memahami lebih dalam tentang Bali. Tidak berhenti pada aspek wisata. Namun, aspek budaya dan adat.
Insightful banget reviewnya mba! Jadi lebih aware dengan Bali yang gak cuma seru dikulik tentang wisatanya, tapi juga budaya dan sejarahnya yang juga gak kalah menarik ya. Jadi pengen baca bukunya juga nih